PT Pertamina (Persero) memaparkan berbagai perubahan yang diterapkan guna meningkatkan keandalan kilang menyusul insiden Balongan pada 2021 dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (4/4).
Pada kesempatan itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati yang didampingi jajaran direksi beserta Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Aditiyawarman mengatakan, perubahan dilakukan di seluruh kilang Pertamina dengan menerapkan standar internasional.
Salah satunya, pada sisi Operational Availability, di mana sebagai salah satu parameter monitor keandalan kilang, Pertamina menggunakan Solomon sebagai benchmark kilang internasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara konsolidasian pada 2022, hasil benchmark Operational Availability sesuai standar Solomon pada seluruh kilang Pertamina telah mencapai skor 96 persen, atau berada di atas rata-rata Global Refinery.
Taufik Aditiyawarman mengatakan, operational availability akan terus didorong demi peningkatan produksi kilang.
"Operational availability kilang terus ditingkatkan setiap tahunnya melalui program Overhaul, Turn Around, dan Rejuvenation. Peningkatan keandalan kilang termasuk peremajaan material dan peralatan dilaksanakan secara bertahap berdasarkan risiko," kata Taufik.
Taufik menambahkan, KPI juga telah membuat rencana jangka panjang untuk menjaga dan meningkatkan keandalan kilang hingga tahun 2026 dengan total estimasi biaya mencapai US$2 miliar.
Nicke Widyawati selaku Direktur Utama Pertamina menyampaikan, perbaikan secara berkelanjutan ini penting untuk menjaga produksi kilang. Pasca insiden Balongan, Pertamina melakukan audit menggunakan International Sustainability Rating System (ISRS) Level 9 yang juga dipakai oleh pelaku dunia lain.
Dari rekomendasi hasil audit tersebut, Pertamina kemudian melakukan sejumlah langkah prioritas untuk mencegah potensi risiko terbesar di kilang.
Menurut Nicke, seluruh kegiatan dilakukan demi menjamin kestabilan produksi kilang, yang berdampak terhadap upaya Pertamina menjaga ketahanan energi nasional.
"Kita akan terus belajar dari case yang ada, juga dari refinery internasional lainnya. Perbaikan terus dilakukan mengingat usia kilang Pertamina. Operational Availability menjadi salah satu kinerja utama kilang karena Pertamina ingin mengurangi impor," ujar Nicke.
(rea)