ANALISIS

Untung Rugi RI 'Cerai' dengan Dolar AS dan 'Kawin' dengan Yuan

CNN Indonesia
Kamis, 04 Mei 2023 07:01 WIB
Dedolarisasi atau fenomena pengurangan penggunaan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi keuangan tengah terjadi di dunia.
Dedolarisasi atau fenomena pengurangan penggunaan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi keuangan tengah terjadi di dunia. Ilustrasi. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono).

Apalagi, Bhima menilai yuan memiliki beberapa kelemahan yang dapat merugikan Indonesia. Pertama, yuan hanya menguasai tujuh persen dari total mata uang yang digunakan untuk perdagangan internasional.

"Jadi masih jauh bagi yuan untuk bisa menggantikan peran dolar AS. Ini kelemahan pertama yang bisa merugikan kita," kata Bhima.

Kedua, kelemahan paling mendasar adalah karena mata uang China dikendalikan secara penuh oleh pemerintah dan bank sentralnya. Sebagai negara otoritarian, ini dinilai sangat berbahaya karena stabilitas politik bisa memainkan fluktuasi yuan terhadap mata uang lain, misalnya ke rupiah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Beda dengan kebijakan floating exchange yang ada di banyak negara lainnya. Yuan tuh spesifik, beda. Dari dulu naik turunnya dari yuan tergantung kebijakan dari bank sentral China. Jadi intervensinya politik bisa sampai ke independensi bank sentral. Nah kita butuh mata uang yang independensi bank sentralnya terjaga, itu yang tidak dimiliki oleh China sejauh ini," imbuh Bhima.

Ketiga, kerugian lain yang bisa dirasakan Indonesia adalah terganggunya proses perdagangan baik ekspor maupun impor. Sebab, sampai saat ini 90 persen negara mitra dagang Indonesia hanya menerima dolar sebagai pembayaran utama, bukan yuan. Ini lah mengapa langkah yang tepat dinilai harus jadi pertimbangan dalam melakukan dedolarisasi.

"Jadi dedolarisasi adalah upaya yang bagus, tapi masih panjanglah. Jadi nggak perlu menggunakan yuan semata, bisa pakai ringgit, bath, yang LCS jauh lebih efektif sebenarnya dibandingkan lepas dari ketergantungan dolar pindah ke ketergantungan yuan," jelasnya.

Lepas Dolar Belum Tentu Untung

Senada, Ekonom Core Yusuf Rendy Manilet menilai Indonesia tak terlalu diuntungkan jika melepas dolar seutuhnya. Namun, mengurangi memang bisa karena AS termasuk mitra dagang utama.

"Kalau kita bicara konteks apakah Indonesia bisa mengganti dolar AS secara keseluruhan, saya kira dalam konteks waktu saat ini tidak dapat dilakukan secara penuh, karena seperti yang kita tahu meskipun dedolarisasi sedang masif dilakukan oleh banyak negara, tetapi di saat yang bersamaan kita juga tahu bahwa dollar AS juga masih digunakan banyak negara untuk proses transaksi dagang," jelas Rendy.

Kendati masih memegang dolar AS, Indonesia bisa mengambil sisi positif karena bisa menguranginya mata uang tersebut. Sebab, dolar AS sangat rentan karena dipengaruhi sentimen perekonomian serta kondisi geopolitik global.

"Sehingga dengan gerakan inisiasi dalam mengurangi penggunaan mata uang Barat ini saya pikir bisa mengurangi sedikit potensi kerentanan dampak yang diberikan dari volatilitas nilai tukar mata uang dolar AS yang dipengaruhi oleh sentimen negatif pada ekonomi global," imbuhnya.

Karenanya, dalam hal ini, ia melihat langkah Bank Indonesia melanjutkan kerja sama antar negara menggunakan LCS baik. Nantinya, Indonesia dan negara lainnya tak hanya bergantung hanya dengan satu mata uang saja.

"Idealnya program LCS yang gencar dilakukan BI dengan beberapa negara merupakan inisiasi yang terbaik yang bisa dilakukan Indonesia saat ini terkait dengan konteks mengurangi kerentanan penggunaan mata uang dolar AS seperti yang saya jelaskan tadi," pungkasnya.



(mrh/sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER