KKP Akui Pengambilan Pasir Laut di Masa Lalu Rusak Lingkungan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengakui pengambilan pasir laut pada masa lalu memang merusak lingkungan, sehingga dilarang untuk diekspor sejak 2003.
Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik KKP Wahyu Muryadi menegaskan berkaca pada masa itu, maka saat ini pengambilan pasir laut akan dilakukan secara tertata tanpa merusak lingkungan.
"Pengambilan pasir laut terdahulu terjadi kerusakan lingkungan antara lain karena pengambilannya tidak diatur dan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan, sehingga melalui PP ini tata cara atau tata kelola pemanfaatan sedimentasi di laut dan alat yang ramah lingkungan itu diatur," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (29/5).
Menurutnya, untuk detail pengaturan bakal dimuat dalam Peraturan Menteri (Permen) KKP yang diharapkan bisa segera dirilis. Saat ini, aturan teknis turunan PP 26 Tahun 2023 tersebut masih dalam pembahasan.
"Hal-hal yang lebih detail dan teknis akan diatur dalam Peraturan Menteri KP. Saat ini masih sedang dibahas secara internal di KKP," jelasnya.
Namun, ia memastikan ekspor pasir laut bukan tujuan utama dibuatnya beleid tersebut. Selain itu, berbagai pertimbangan sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga kelestarian alam laut.
"Kami akan pastikan para pihak yang melakukan pembersihan sedimentasi di laut itu benar-benar mengedepankan ekologi untuk memelihara kesehatan laut, sebab itu alat yang digunakan harus ramah lingkungan," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, dan memasukkan ketentuan baru baru soal pengelolaan dan pemanfaatan pasir laut.
Dalam Pasal 6 beleid tersebut, Jokowi memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut dengan dalih mengendalikan hasil sedimentasi di laut. Dengan alasan mengendalikan sedimentasi itu, Jokowi memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk membersihkannya.
Dalam Pasal 8 beleid itu, Jokowi mengatur sarana yang bisa digunakan untuk membersihkan sedimentasi itu adalah kapal isap. Kapal isap itu diutamakan berbendera Indonesia.
Kalau tidak tersedia, Jokowi mengizinkan kapal isap asing untuk mengeruk pasir di Indonesia. Dalam Pasal 9, Jokowi mengatur pasir laut yang sudah dikeruk boleh dimanfaatkan untuk beberapa keperluan, antara lain:
a. Reklamasi di dalam negeri;
b. Pembangunan infrastruktur pemerintah;
c. Pembangunan prasarana oleh Pelaku Usaha;
dan/atau
d. Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan ekspor dan penjualan pasir laut, dalam Pasal 10 Jokowi mengatur bahwa perusahaan harus mendapatkan izin usaha pertambangan menteri ESDM atau gubernur.
(ldy/pta)