Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan Indonesia berkomitmen untuk melakukan transisi energi hijau. Namun, upaya itu dilakukan bertahap sehingga tidak mengganggu ekonomi.
Komitmen itu salah satunya tercermin dari sejumlah proyek pembangunan pembangkit listrik menggunakan energi baru terbarukan (EBT). Salah satunya, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) diSungai Kayan, Kalimantan Utara (Kaltara), yang berkapasitas 1.370 megawatt (MW).
"Hydropower kan banyak, kita sekarang lagi membangun 1.370 megawatt hydropower di Kalimantan, di Sungai kayan itu tapi kan membangun hydropower itu butuh delapan tahun. Jadi jangan hanya semuanya green energy lantas ekonomi kita terganggu, tidak boleh dong," kata Luhut, saat ditemui di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali, di Denpasar Selatan, Selasa (25/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Selain itu, upaya transisi energi juga dilakukan dengan mengadopsi teknologi rendah emisi untuk pemanfaatan batu bara pada pembangkit listrik seperti supercritical (SC) dan ultra-supercritical (USC).
"Ada supercritical technology coalfire, itu bisa dibangun supaya kita punya industri jalan. Jadi kita punya kontribusi, kan baru 2,3 ton (batu bara) per kapita, mereka (negara maju) sudah 14 ton-15 ton per kapita. Jadi seperti ini kita tidak boleh ngalah sama Negara-negara maju itu. Kita punya tanggung jawab juga untuk mengurangi kemiskinan di negara kita," imbuhnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, porsi EBT pada bauran energi nasional baru 12,3 persen pada 2022. Realisasi itu masih di bawah target 15,7 persen yang dicanangkan pada 2018 lalu.