Senada, Pengamat Pertanian dari IPB Dwi Andreas Santosa juga menyatakan dampak pelarangan ekspor beras India tak terlalu besar ke Indonesia.
Sebab, beras yang diimpor dari India kebanyakan khusus untuk restoran, ataupun digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan tepung.
"Impor dari India relatif kecil dan dalam bentuk menir yang memang terbesar sana. Jadi nggak akan terlalu berpengaruh terhadap stok beras di Indonesia," jelasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, saat ini cadangan beras pemerintah di Perum Bulog masih besar. Apalagi pada akhir 2022 lalu sudah disepakati untuk impor beras sebanyak satu juta ton dan sudah masuk sekitar 500 ribu ton untuk menambah cadangan beras umum.
Oleh karena itu, ia memperkirakan harga beras sepanjang 2023 ini akan relatif stabil.
Hal ini tercermin dari harga beras di masyarakat masih di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Rp13.900 per kilogram (kg).
"Perhitungan saya harga beras 2023 relatif stabil, paling nanti akhir tahun naik tapi nggak terlalu besar karena harga beras di masyarakat stabil dan hampir semua di bawah HET Rp13.900, rata-rata masih (jual) Rp13.500 dan Rp13 ribu," imbuhnya.
Kendati demikian, ia meminta pemerintah untuk mengantisipasi dampak el nino. Meski tak berdampak besar, setidaknya ia melihat produksi beras bisa turun hingga 5 persen akibat el nino ini.
Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah bisa menjaga pasokan air untuk petani, khususnya wilayah-wilayah tertentu yang memang selama ini membutuhkan pengairan. Caranya, dengan memberikan insentif berupa gratis solar untuk menghidupkan mesin perairan di desa-desa tersebut.
"Itu nggak akan mahal biayanya menggratiskan solar untuk wilayah tertentu, paling sekitar Rp300 miliar tapi akan sangat membantu untuk pengairan," jelasnya.
Selain itu, ia meminta pemerintah juga untuk memperhatikan ketersediaan pupuk di petani dengan memastikan subsidi tepat sasaran.