Bisakah Indonesia Rebut 90 Persen Cuan Hilirisasi Nikel dari China?
Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri meminta pemerintah membenahi sistem dan mekanisme hilirisasi nikel yang disebut-sebut 90 persen keuntungannya lari ke China.
Faisal menghitung nilai tambah hilirisasi datang dari smelter alias fasilitas pemurnian, di mana rumusnya adalah output dikurangi input antara.
Output yang dimaksud, antara lain nickel pig iron (NPI), ferronickel, nickel matte, dan lainnya. Sedangkan input antara merupakan bijih nikel.
Ia menegaskan sebagian besar pengusaha, modal, dan teknologi yang bermain dalam smelter nikel di tanah air berasal dari China.
Oleh karena itu, 90 persen dari durian runtuh senilai Rp510 triliun yang dibanggakan Presiden Joko Widodo masuk ke kantong China.
"Jadi, kesimpulannya lebih dari 90 persen dinikmati oleh negara atau perekonomian China. Ada yang bilang saya rasis, enggak ada urusannya, ini China sebagai entitas negara," tegasnya di Kantor CNN Indonesia, Jakarta Selatan, Rabu (23/8).
Faisal juga menyorot pengerukan gila-gilaan membuat cadangan 21 juta metrik ton nikel Indonesia akan habis paling cepat dibandingkan negara-negara lain. Dengan kecepatan smelter sekarang yang produksinya menyentuh 1,6 juta metrik ton, umur cadangan nikel Indonesia diprediksi hanya bertahan 13 tahun.
"Ini kan smelter nambah terus, jadi bisa lebih cepat (habis). Pak Jokowi enggak peduli sama itu, dapat Rp510 triliun dengan mengeruk semakin dalam kekayaan kita. Enggak dihitung sebagai ongkos, dampak lingkungannya enggak dihitung, enggak benar," jelasnya mewanti-wanti.
Faisal lantas meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hadir di setiap gerak hilirisasi. Selain itu, ia mendesak pemerintah mengaudit pemain hilirisasi nikel di tanah air, mulai dari tax holiday hingga para pekerjanya.
Di lain sisi, Kementerian Perindustrian merancang jurus baru agar keuntungan hilirisasi bahan mentah tak memakmurkan negara lain. RUU tentang Pengadaan Jasa dan Publik disiapkan dengan pagar berupa Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
"Ini setiap kerja sama dengan internasional nanti dihitung nilai TKDN-nya. Jadi tidak sampai seperti dikatakan Pak Faisal Basri masuk ke China semua atau negara lain," kata Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Ignatius Warsito dalam media briefing di Jakarta Selatan, Senin (28/8).
Memaksimalkan peran BUMN dalam hilirisasi
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia sempat menyindir perbankan dalam negeri yang minim membiayai proyek smelter.
Ia mengakui smelter nikel di tanah air kebanyakan dibiayai asing, meski 80 persen Izin Usaha Pertambangan (IUP) tercatat punya orang Indonesia.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro setuju dengan gambaran makro yang diucapkan Bahlil. Ia menilai hilirisasi seharusnya bukan sekadar kampanye, melainkan kudu dibarengi sinergi antara kementerian/lembaga (K/L), termasuk BUMN.
Menurutnya, jika pemerintah benar-benar serius menggarap hilirisasi, Himbara harus ikut mengawal penyaluran kredit untuk smelter.
Komaidi juga menuntut sinergitas K/L, mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, hingga Kemenperin untuk memanfaatkan potensi ekonomi yang sangat besar ini.