Wacana penerapan skema gaji tunggal alias single salary bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) kembali mencuat.
Hal tersebut terjadi usai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyebut skema gaji tunggal PNS menjadi salah satu agenda prioritas dalam rencana kerja pemerintah di 2024.
Jika skema itu diterapkan, maka seluruh tunjangan yang melekat, baik untuk PNS maupun Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) akan dihapus dan digantikan dengan satu penghasilan yang sudah mencakup keseluruhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Konsep kebijakan sistem pensiun dan single salary bagi ASN," kata Suharso di Komisi XI DPR, Senin (11/9).
Single salary system yang diterapkan terdiri atas unsur jabatan (gaji) dan tunjangan (kinerja dan kemahalan).
Sistem grading akan ditetapkan dalam menentukan besaran gaji di beberapa jenis jabatan PNS. Gaji merupakan imbalan yang diberikan kepada PNS sebagai bentuk balas jasa atas pekerjaannya.
Selanjutnya, sistem grading akan ditetapkan dalam menentukan besaran gaji di beberapa jenis jabatan PNS. Grading adalah level atau peringkat nilai/harga jabatan yang menunjukkan posisi, beban kerja, tanggung jawab dan resiko pekerjaan.
Sementara itu, setiap grading akan dibagi menjadi beberapa steps dengan nilai rupiah yang berbeda. Dengan kata lain, ada kemungkinan PNS yang mempunyai jabatan sama bisa mendapatkan gaji yang berbeda tergantung penilaian harga jabatan yang dilihat dari beban kerja, tanggungjawab, dan risiko pekerjaan.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Abdullah Azwar Anas menegaskan single salary system PNS saat ini sudah dilaksanakan dalam bentuk pilot project di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Single salary ini baru pilot project di KPK dan PPATK. Ini juga ada komplain orang yang kerja dengan yang tidak kok salary-nya sama. Nah, itulah yang jadi hitungan evaluasi kita," kata Anas di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (12/9).
Meski demikian, Anas menekankan pihaknya masih perlu mengkaji wacana tersebut. Ia menyebut evaluasi penerapan single salary system di KPK dan PPATK bakal menjadi acuan penerapan aturan ini ke depan.
Ia mengungkapkan skema gaji tunggal ini bakal dimuat dalam Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN). Namun, Anas tidak memastikan apakah gaji tunggal ini akan diterapkan merata pada seluruh kementerian/lembaga (K/L) di 2024 mendatang.
Anas hanya menjelaskan bahwa tunjangan kinerja alias tukin saat ini masih menjadi prioritas pemerintah untuk membedakan mana PNS yang kerja dan tidak. Akan tetapi, ia menyinggung soal kemampuan daerah yang berbeda.
Lihat Juga : |
"Tapi negatifnya kadang orang mengatur perjalanan dinas rapat di luar kota hanya untuk dapat (uang) perjalanan dinas. Jadi, plus minus lah antara kinerja dan efisiensi," tuturnya.
Lantas, apakah skema gaji tunggal tepat dijalankan sebagai upaya reformasi birokrasi dan menekan anggaran?
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai untuk saat ini skema tersebut malah bakal bikin APBN tekor. Pasalnya, besaran gaji antara PNS di semua daerah bisa sama.
Apalagi, skema gaji tunggal besarannya akan disesuaikan dengan kinerja. Padahal, saat ini besaran gaji dan tunjangan PNS di pusat dan daerah berbeda-beda.
Artinya, kelak gaji PNS di daerah pun bisa naik meski APBD besarannya terbatas.
"Sekarang APBD-nya berapa? Kan itu tidak akan mampu (bayar gaji tunggal PNS) terus ujung-ujungnya mengambil dari APBN juga," kata Trubus kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/9).
Menurut Trubus, skema gaji tunggal memang lebih praktis. Namun, untuk mencapai itu semua butuh tahap dan waktu yang panjang.
Ia juga mengatakan sebenarnya skema gaji tunggal adalah wacana lama. Tapi, memasuki 2024 alias tahun terakhir Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat, wacana itu kembali didengungkan.
Alasannya, agar ada kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah sekarang.
"Tapi persoalannya sebenarnya ini selalu perdebatannya itu apakah di daerah dengan di DKI Jakarta akan disamakan? kalau kinerja bisa dihitung, kinerja nanti dianggap sama saja (DKI dan daerah), gajinya sama, masalahnya kita punya sumber dananya tidak? duitnya ada tidak? tegas Trubus.
Ia pun berpendapat sebaiknya skema tepat untuk gaji PNS yang berkeadilan adalah besaran gajinya saja disamakan di setiap daerah.
Sedangkan, untuk tunjangannya bisa disesuaikan dengan daerah masing-masing. Kemudian, besaran tunjangan juga disesuaikan dengan kinerja individu sang abdi negara.
Maklum, tunjangan kinerja PNS memang telah menelan banyak uang negara. Data Kementerian Keuangan mencatat belanja kementerian/lembaga mencapai Rp134,2 triliun untuk belanja pegawai pada semester I 2023.
Angka ini naik 11,1 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan belanja pegawai ini terbagi ke dalam gaji dan tunjangan PNS sebesar Rp90,4 triliun atau naik 12,5 persen dari realisasi 2022 sebesar Rp80,4 triliun. Ada juga tukin, honorarium, hingga uang lembur Rp43,8 triliun atau naik 8,4 persen dari Rp40,4 triliun.
Trubus mengingatkan skema gaji tunggal PNS belum tepat untuk diterapkan dalam jangka pendek ini. Ia mengatakan skema tersebut baru bisa diaplikasikan untuk jangka panjang saja.
"Jangka panjang bagus. Cuma dari anggaran harus disiapkan. Nanti APBN-nya habis untuk biaya birokrasi (kalau diterapkan sekarang)," kata Trubus.
Berbeda dengan Trubus, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan Skema gaji tunggal bisa menjadi langkah awal untuk memperbaiki sistem penggajian PNS.
Namun, kurang tepat tujuan utamanya jika untuk menghemat anggaran. Ia menilai gaji tunggal lebih tepat tujuan utamanya untuk menyesuaikan kinerja dan pendapatan PNS, atau antara efisiensi dan efektifitas kerja.
"Bisa jadi akhirnya nanti anggarannya menjadi lebih besar, karena tujuannya yang ingin dicapai juga besar toh," kata Ronny.