ANALISIS

Taji Ekonomi RI di Tengah Perang Israel-Palestina hingga Rusia-Ukraina

CNN Indonesia
Selasa, 10 Okt 2023 07:00 WIB
Ekonom mewanti-wanti dampak gejolak ekonomi kawasan, termasuk perang Israel-Palestina dan Rusia-Ukraina, terhadap perekonomian Indonesia.
Ekonom mewanti-wanti dampak gejolak ekonomi kawasan, termasuk perang Israel-Palestina dan Rusia-Ukraina, terhadap perekonomian Indonesia. Ilustrasi. (CNN Indonesia / Andry Novelino).

Waspada Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bengkak

Yusuf juga mewanti-wanti belanja pemerintah yang akan terpengaruh konflik ini. Menurutnya, bisa saja subsidi hingga harga BBM di tanah air membengkak.

"Dari sisi belanja pemerintah, bukan tidak mungkin pemerintah menyesuaikan, terutama untuk asumsi makro harga minyak. Ini akan mempengaruhi bagaimana kebijakan pemerintah, terutama yang berkaitan dengan subsidi BBM," jelasnya.

Senada, Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Andri Perdana menyebut ancaman besar dari gejolak Israel-Palestina adalah melonjaknya harga minyak dunia. Sempat mereda, harga minyak dunia kembali meroket 5 persen usai genderang perang ditabuh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Israel ataupun Palestina memang bukan produsen minyak dunia. Namun, pasar dunia akan kembali berhati-hati dengan konflik kedua negara tersebut, apalagi ada kekhawatiran harga minyak dunia terbang jika Iran benar terlibat aktif dalam konflik ini.

"Terlebih, harga BBM di Indonesia secara bersamaan sudah mengalami kenaikan baru-baru ini. Harga BBM subsidi memang masih belum naik, tetapi ini dikhawatirkan menyebabkan stok BBM subsidi menjadi lebih langka karena pengguna BBM nonsubsidi kembali mengonsumsi BBM subsidi, serta kemungkinan keterbatasan produksi dari Pertamina," wanti-wanti Andri.

Jika kekhawatiran ini terjadi, Andri menyebut dampaknya akan merembet ke inflasi di tanah air. Padahal, Indonesia sudah sanggup mengendalikan inflasi dengan cukup baik sejak awal 2023.

Ia pun mendesak Pemerintah Indonesia bersiap mengantisipasi lonjakan harga minyak dunia. Jika tidak, ini akan kembali menambah beban fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) imbas kenaikan biaya subsidi dan kompensasi energi yang sangat tinggi, seperti yang terjadi tahun lalu.

"Kementerian ESDM dengan Pertamina perlu mengkaji seberapa besar mereka harus mengamankan kontrak forward agar meminimalisir risiko harga minyak dunia melebihi asumsi Kemenkeu untuk berada di bawah US$90 per barel sepanjang tahun ini," sarannya.

"Lalu, seberapa besar tanggung jawab Pertamina agar bersedia menanggung beban jika terjadi kenaikan biaya produksi dibandingkan dengan membebankannya terhadap kapasitas fiskal negara seperti tahun kemarin," tandas Andri.

APBN Terancam Jebol

Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono melihat titik krusial konflik Timur Tengah sekarang adalah kenaikan harga minyak yang kini sudah menembus level US$85 per barel. Ia mencontohkan pada konflik Rusia-Ukraina sebelumnya, di mana harga minyak dunia terbang hingga US$100-US$150 per barel.

Ujungnya, inflasi energi akan melonjak yang berpotensi mengerek inflasi secara keseluruhan. Pada tingkat global, lonjakan inflasi ini akan mendorong kenaikan suku bunga dan imbal hasil surat utang di negara-negara maju.

"Bagi Indonesia, dampak terbesar yang berpotensi akan datang ke depan adalah imported inflation, terutama dari kenaikan harga minyak dunia dan potensi pelemahan nilai tukar rupiah akibat kenaikan suku bunga di negara-negara maju," pesan Yusuf.

"Potensi yang harus diwaspadai juga adalah kenaikan subsidi BBM. Dalam APBN 2023, asumsi harga minyak ICP US$90 per barel dan dalam APBN 2024 US$80 per barel. Jika kenaikan beban subsidi BBM tidak mampu dipikul APBN dan pemerintah memilih menaikkan harga BBM, maka ini berpotensi mendorong inflasi dan dibarengi pelemahan rupiah akan semakin menekan suku bunga bank sentral," tambahnya.

Yusuf menyarankan antisipasi terpenting yang harus dilakukan Pemerintah Indonesia adalah memfokuskan APBN untuk memperkuat daya beli masyarakat dan menjaga inflasi pangan, terutama beras.

"Secepatnya pemerintah juga menekan belanja tidak penting, termasuk proyek-proyek mercusuar yang tidak memiliki urgensi bagi rakyat, seperti Ibu Kota Negara (IKN) dan kereta cepat," tutupnya.



(skt/sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER