Bos Defend ID Sebut BUMN Pernah Saling Sikut Rebutan Proyek Alutsista
Direktur Utama PT Len Industri (Persero) Bobby Rasyidin menyebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 'saling sikut' menggarap proyek Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista).
Hal itu terjadi sebelum para BUMN tergabung dalam holding pertahanan bernama Defend ID.
Bobby mengenang masa kelam tersebut. Saat itu ada 5 perusahaan pelat merah yang berebut sejumlah proyek alutsista.
Mereka adalah PT Len Industri, PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia, yang kini semuanya di bawah bendera Defend ID dengan PT Len sebagai induknya.
"Terus terang sebelum diholdingkan, ini 5 BUMN seperti disampaikan Bang Arya (Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga), silo-silo itu banyak terjadi. Seperti PT Pindad dan PT Len kalau ada sistem di dalam platform, itu rebutan," katanya dalam Ngopi BUMN di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Selasa (10/10).
"Jadi, kalau misalnya bicara tank itu otaknya battle management system (BMS), produk PT Len sebenarnya. Tapi dulu ketika tank dibuat oleh PT Pindad, PT Len tidak kebagian," sambung Bobby.
Silo adalah istilah dari bisnis yang diartikan sebagai sikap menolak berbagi informasi. Ada juga yang mengartikan ini sebagai sikap bekerja sendiri-sendiri.
Bobby menyebut saling sikut juga terjadi ketika PT PAL membuat kapal yang otaknya adalah combat management system (CMS). Sejatinya itu produk garapan PT Len.
Namun, PT PAL dan PT Len malah bersaing menggarap proyek tersebut.
"Begitu juga dengan PT DI, otaknya namanya mission system. Itu dulunya tidak punyanya PT Len, punya somebody else, sehingga dulu waktu masih silo-silo tingkat komponen dalam negeri (TKDN)-nya rendah sekali karena masing-masing entitas itu berpikir buat masing-masing dirinya saja," tuturnya.
"Tapi Alhamdulillah ini tersolusikan dengan baik ketika kita holding. TKDN dari level 20 persen sekarang meningkat 42 persen di tahun lalu," imbuh Bobby.
Ia pun bersyukur kemandirian industri pertahanan Indonesia mulai terbangun sejak 1 tahun-2 tahun belakangan, utamanya sejak holdingisasi Defend ID pada Maret 2022 lalu.
Bobby juga menyebut dampak kehadiran Defend ID ke penyerapan anggaran pertahanan, yang sebelumnya di bawah 20 persen bisa naik ke 40 persen. Ia pun bersyukur Kementerian Pertahanan sebagai pelanggan utama Defend ID punya aturan khusus membeli produk Alutsista buatan dalam negeri.
"Penyerapan (anggaran) itu sudah di atas 40 persen dari anggaran rutin dan perencanaan strategis (renstra). Diharapkan akhir tahun menyerap 50 persen dan akhir tahun depan mungkin sudah 60 persen," harap Bobby.
"Dari sisi teknologi juga sudah banyak karya-karya industri dalam negeri dan teknologi yang dikembangkan dalam negeri masif digunakan Tentara Nasional Indonesia (TNI)," tandasnya.