Nilai tukar rupiah bertengger di Rp15.923 per dolar AS pada Kamis (26/10) pagi. Mata uang Garuda melemah 53,5 poin atau minus 0,34 persen dari posisi sebelumnya.
Mayoritas mata uang di kawasan Asia pun bergerak di zona merah. Tercatat baht Thailand melemah 0,18 persen, yen Jepang minus 0,01 persen, ringgit Malaysia minus 0,13 persen, dan dolar Hong Kong minus 0,02 persen.
Lalu, dolar Singapura melemah 0,07 persen, won Korea Selatan minus 0,41 persen, dan peso Filipina minus 0,17 persen. Di sisi lain, yuan China menguat 0,02 persen dan rupee India stagnan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, mata uang negara maju kompak ambruk. Poundsterling Inggris melemah 0,12 persen, dolar Australia minus 0,27 persen, dolar Kanada minus 0,06 persen, franc Swiss minus 0,02 persen, dan Euro Eropa minus 0,08 persen.
Pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra memproyeksi rupiah melemah terhadap dolar AS hari ini. Menurutnya, rupiah akan tertekan oleh tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS yang naik.
Ariston menuturkan yield obligasi AS tenor 10 tahun sudah kembali mendekati 5 persen, setelah sempat turun ke kisaran 4,8 persen.
Selain itu, rupiah juga akan tertekan oleh penguatan dolar AS buntut data ekonomi Negeri Paman Sam yang kian solid.
"Semalam data penjualan rumah baru September naik dibandingkan bulan sebelumnya, 759 ribu VS 676 ribu. Kenaikan ini menunjukkan bahwa ekonomi AS masih solid dan mampu menerima beban suku bunga tinggi," ucap Ariston kepada CNNIndonesia.com.
Berdasarkan sentimen di atas, ia pun memproyeksikan rupiah bergerak di kisaran Rp15.850 sampai Rp15.930 per dolar AS pada hari ini.