ANALISIS

Menilik Celah Korupsi Proyek Infrastruktur Berkaca pada Kasus Tol MBZ

Feby Nadeak | CNN Indonesia
Kamis, 23 Nov 2023 07:25 WIB
Proyek infrastruktur kerap jadi bancakan korupsi lantaran ada celah berbuat curang. Yang terbaru, di kasus pembangunan Tol MBZ.
Foto: iStock/Atstock Productions

Trubus mengataakan pengawasan proyek sebenarnya dilakukan oleh berbagai pihak, seperti kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Tapi kan kembali persoalannya pada moralitas masing-masing lembaga," katanya.

Trubus mengatakan ada tiga hal yang harus dilakukan, khususnya oleh Kementerian PUPR selalu regulator, agar kasus korupsi proyek infrastruktur tidak terulang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertama, memperbaiki tata kelola mulai dari perencanaan hingga pengawasan. Terkait pengawasan, ia mengatakan Kementerian PUPR mesti bersinergi dengan aparat penegak hukum.

Kedua, pembenahan SDM yang terlibat proyek. Ketiga, meningkatkan partisipasi publik.

"Hal seperti itu (korupsi) biasanya terjadi karena minimnya keterlibatan publik. Publik susah akses, tiba-tiba proyeknya sudah jadi. Kayak Tol MBZ itu kan tiba-tiba sudah jadi, masyarakat enggak dibuka secara transparan perkembangannya seperti apa," imbuhnya.

Senada, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan mega proyek infrastruktur rawan korupsi karena proses pengawasan dari mulai perencanaan sampai pengadaan barang jasa dikalahkan dengan prinsip kecepatan penyelesaian proyek.

Ia mengatakan selama ini pembangunan proyek infrastrukturnya hanya mementingkan kecepatan pengerjaan tapi tata kelola dan kualitasnya buruk. Padahal proyek infrastruktur berkaitan dengan keselamatan pengguna.

Bhima menjelaska ada sejumlah celah korupsi dalam proyek infrastruktur. Pertama, oknum BUMN yang mendapat penugasan bekerja sama dengan vendor proyek, sehingga spesifikasi proyek dimanipulasi untuk memenangkan vendor tersebut dalam lelang.

"Kedua, auditor internal dan auditor eksternal tidak memiliki kemampuan atau sengaja ikut dalam skema kecurangan sehingga proses audit meloloskan proyek yang bermasalah," katanya.

Lalu ketiga, adanya mark up nilai proyek atau pengadaan barang jasa secara tidak wajar sehingga muncul kerugian negara dan kualitas proyek yang tidak sesuai.

Keempat, proses perencanaan oleh konsultan tidak melalui studi yang serius. Konsultan hanya jadi tukang cap untuk mendapat legitimasi bahwa sudah dilakukan uji kelayakan proyek.

Bhima mengatakan untuk mengatasi hal itu yang harus dilakukan adalah pengawasan yang lebih ketat dari mulai tahap perencanaan proyek. Keterlibatan KPK, BPK, BPKP, dan kejaksaaan, lanjutnya, harus benar-benar intens sejak seleksi proyek.

"Gunakan auditor yang tidak memiliki rekam jejak buruk dan menjaga kredibilitas. Kemudian konsultan, saat uji kelayakan sebaiknya tidak memiliki konflik kepentingan atau independen. Serta mendorong transparansi dalam proses pengadaan barang jasa yang terkait proyek infrastruktur," kata Bhima.

Sementara itu, Pengamat Transportasi dan Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan korupsi di proyek infrastruktur berkaitan dengan kekuasan dalam politik.

"Korupsi di konstruksi adalah bagian dari budaya korupsi di kekuasaan. Kalau budaya dalam kekuasaan politik itu tidak lepas dari persoalan budaya korupsi, dia akan merambah ke semua sektor," katanya.

Ia mengatakan korupsi memang terjadi karena ada masalah budaya di pada orang Indonesia. Mengutip istilah antropolog Koentjaraningrat, masyarakat Indonesia memiliki mentalitas suka menerabas di mana ingin cepat sukses dan kaya tapi bekerja keras.

Yayat menjelaskan jika orang-orang yang mengerjakan proyek infrastruktur memiliki budaya ingin cepat kaya, bukan mengerjakannya dengan profesionalitas, maka yang terjadi adalah korupsi.

"Artinya apa? Kita itu punya mental yang sebetulnya sekedar ingin cari kekuasaan, bekerja ala kadarnya, dan hanya sekadar jadi,"katanya.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER