Pertamina Tegaskan Pentingnya Kolaborasi Global Hadapi Trilema Energi
PT Pertamina (Persero) mengajak seluruh pihak di dunia untuk berkolaborasi dalam menghadapi tantangan trilema energi. Tiga isu strategis yang harus dihadapi oleh semua negara ini antara lain, energy security (ketahanan energi), energy affordability (keterjangkauan biaya energi), dan environmental sustainability (keberlanjutan lingkungan).
Hal ini disampaikan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, dalam gelaran Pertamina Energy Forum (PEF) 2023 yang berlangsung di Ballroom Grha Pertamina, Jakarta, Senin (18/12).
Pada kesempatan tersebut, ia mengatakan semua negara di dunia memiliki target yang sama untuk mencapai net zero emission, baik pada 2050 ataupun 2060. Hal tersebut tergantung dari situasi di masing-masing negara.
"Setelah semua negara berkomitmen terhadap penurunan karbon emisi menuju net zero emission, ada optimisme, ada kegamangan, ada kekhawatiran. Namun ini semua tidak menyurutkan langkah kita untuk terus melaksanakan energi transisi seperti yang disepakati bersama," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (19/12).
Nicke menambahkan, Indonesia memiliki ketahanan energi yang baik. Hal ini dibuktikan dengan laporan World Energy Council yang menempatkan Indonesia di peringkat 53 dunia.
Pada aspek energy security, rata-rata dunia skornya 58 (C), sedangkan Indonesia berada di skor 66 (A). Artinya ketahanan energi Indonesia lebih baik dibanding rata-rata dunia, bahkan banyak negara maju skornya masih di bawah Indonesia.
Lebih lanjut, ia mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina juga membawa dampak signifikan terhadap ketersediaan energi di negara-negara dunia. Namun hal tersebut tidak membawa dampak signifikan bagi Indonesia.
"Kita bisa melihat tidak ada dampak yang signifikan terhadap supply energy. Kita semua masih nyaman, bisa mengakses energi dengan harga yang affordable, dengan berbagai kebijakan yang ada," imbuhnya.
Untuk aspek energy equity, Nicke menilai perlunya sektor energi bisa mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan memberikan aksesibilitas energi yang adil dan merata.
Sektor energi juga diharapkan dapat mendorong industrialisasi, menyerap tenaga kerja yang dapat meningkatkan PDB dan daya beli.
Sementara pada aspek environmental sustainability, saat ini Indonesia memiliki skor 63,1, sedangkan skor dunia yakni 66.
Pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri BUMN, Mohamad Ikhsan, menyampaikan tantangan dan peran sektor energi dalam menuju Indonesia Emas 2045. Indonesia harus mampu tumbuh tinggi untuk keluar dari Middle Income Trap (MIT) sebelum 2045.
Menurutnya, gas dapat dioptimalkan menjadi sumber energi utama dalam masa transisi energi. Adapun solusi yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi gas di antaranya yaitu menjaga ekspor dan impor dan membuat pusat perdagangan di Indonesia.
Di sisi lain, Anggota Dewan Energi Nasional, Satya Widya Yudha, menyampaikan terkait ketahanan energi Indonesia dalam menghadapi perubahan Iklim. Ada empat indikator ketahanan energi Indonesia yaitu availability, accessibility, affordability, dan acceptability.
Dalam pembaruan kebijakan energi nasional terdapat grand strategy untuk tetap menjaga ketahanan energi dalam transisi energi, yaitu memaksimalkan energi terbarukan dan meminimalkan penggunaan fosil (batubara dan gasoline).
Sebagai informasi, di samping kedua keynote speaker tersebut, turut hadir Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto, perwakilan Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, SKK Migas, pimpinan perusahaan baik nasional maupun internasional, serta praktisi energi di Indonesia.
Pertamina Energy Outlook 2023
Pada PEF tahun ini, Pertamina juga meluncurkan Pertamina Energy Outlook 2023 dengan tema 'Navigating Indonesia's Energy Transition: Climate Related Risk & Opportunity'.
Senior Vice President Strategy and Investment Pertamina, Henricus Herwin, menyampaikan bahwa outlook energi Pertamina akan mengembangkan 3 skenario untuk memperhitungkan ketidakpastian tingkat pertumbuhan ekonomi dan laju transisi energi, yaitu melalui skenario Ordinary State, Appropriate Sustainability, dan Economic Renaissance.
Ordinary State merupakan skenario pada kondisi pertumbuhan ekonomi tidak terlalu jauh dari tren historis masa lalu Indonesia, di mana masih dibutuhkan perubahan struktural untuk bisa meningkatkan statusnya dari negara berpendapatan menengah.
Selanjutnya Appropriate Sustainability, adalah skenario dengan Indonesia tetap meneruskan komitmen untuk melakukan transisi energi dengan implementasi energi hijau dan transisi energi yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
Terakhir, skenario Economic Renaissance, ketika Indonesia berhasil menjadi negara berpendapatan tinggi dengan PDB tinggi, sehingga berpengaruh terhadap permintaan energi dan mendapat dukungan terobosan teknologi yang mampu menurunkan emisi secara signifikan.
Ketiga skenario tersebut dibangun berdasarkan tingkatannya, di mana Economic Renaissance masuk ke dalam high scenario. Sedangkan Ordinary State dan Appropriate Sustainability masuk dalam low scenario.
Outlook energi Pertamina juga memperhitungkan implikasi bauran energi Indonesia jelang 2060, seperti pengembangan batu bara, minyak, gas dan energi terbarukan.
Senada, VP Pertamina Energy Institute, Hery Haerudin, memaparkan outlook energi Pertamina terkait model roadmap transportasi seperti EV, biofuel dan bahan bakar gas. Ada pula campuran gas di sektor ketenagalistrikan, karena gas mengeluarkan CO2 yang lebih sedikit.
Pertamina juga melakukan bauran energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan, seperti tenaga surya dan nuklir, serta potensi energi angin. Selain itu, juga menjalankan Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage.
Pertamina Energy Outlook 2023 memberikan gambaran kuantitatif beberapa skenario kebutuhan energi Indonesia di masa depan serta emisi karbon hingga 2060, yang didasarkan pada tren makroekonomi dan visi pemerintah serta dunia usaha.
Pertamina Energy Outlook 2023 diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan, dan dapat memberikan kontribusi positif kepada pengambil kebijakan, pemangku kepentingan dunia usaha, investor, peneliti dan pemerhati bidang energi mengenai berbagai kemungkinan dan peluang pengembangan energi Indonesia di masa depan.
(rir)