Anggaran pertahanan belakangan menjadi perhatian usai para capres membahasnya di debat jilid tiga pada Minggu (8/1) kemarin.
Dalam acara tersebut, Calon Presiden Nomor urut 3 Ganjar Pranowo berjanji akan mengalokasikan anggaran besar kepada Kementerian Pertahanan agar Minimum Essential Force (MEF) atau kekuatan minimum bisa dicapai.
Janjinya, besaran anggaran yang digelontorkan untuk mencapai kekuatan tersebut mencapai 1-2 persen dari produk domestik bruto (PDB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ganjar mengatakan anggaran besar diperlukan sebagai antisipasi atas pertarungan global antara Amerika Serikat (AS) dan China yang mengemuka belakangan ini. Ia menyebut anggaran besar itu bisa dimanfaatkan untuk memperkuat sistem pertahanan di dalam negeri.
Dengan anggaran itu, kalau sampai terpilih menjadi presiden, ia akan membeli rudal hipersonik, senjata siber, sensor kuantum dan sistem senjata otonom.
"Itu bisa dilakukan kalau anggaran dari Kemenhan itu 1 sampai 2 persen dari PDB. Sehingga MEF kita akan bisa tercapai," kata Ganjar.
Anggaran belanja Kemenhan sendiri sejatinya fluktuatif selama masa Prabowo Subianto yang juga saat ini menjadi capres di Pemilu 2023. Meski begitu, besarannya selalu di bawah 1 persen dari PDB.
Lihat saja, berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi belanja APBN 2023 untuk Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mencapai Rp144,2 triliun atau 6,41 persen dari total belanja APBN, yakni Rp2.246,5 triliun.
Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksi nilai PDB pada 2023 sekitar US$1,4 triliun atau setara Rp21.700 triliun. Artinya, anggaran pertahanan Indonesia pada 2023 sekitar 0,66 dari PDB 2023.
Kemudian, pada 2022 realisasi belanja Kemenhan mencapai Rp150,43 triliun triliun atau 4,8 persen dari total belanja APBN yang mencapai Rp3.090,8 triliun. Sementara dibandingkan dengan PDB yang mencapai Rp19.588,4 triliun, anggaran Kemenhan itu mencapai 0,76 persen.
Pada 2021 realisasi belanja Kemenhan mencapai Rp125,88 triliun atau 4,5 persen dari total belanja APBN, yakni Rp2.784,4 T. Adapun anggaran itu mencapai 0,74 persen dari PDB yang mencapai Rp16.970,8 triliun.
Lalu, pada 2020 anggaran Kemenhan mencapai Rp136,87 triliun atau 5,2 persen dari total belanja APBN yang mencapai Rp2.595,5 triliun. Anggaran belanja itu mencapai 0,88 persen dari PDB yang mencapai Rp15.434,2 triliun.
Tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk Kemenhan sebesar Rp139,26 triliun. Angka ini mencapai 4,1 persen dari pagu belanja APBN yang sebesar Rp3.325,1 triliun.
Lantas, realistis kah untuk mengalokasikan anggaran pertahanan sebesar 1 persen hingga 2 persen dari PDB dan apa urgensinya?
Peneliti Imparsial Hussein Ahmad mengamini anggaran Kemenhan selama ini selalu di bawah 1 persen dari PDB. Namun, ia menilai peningkatan anggaran pertahanan saat ini belum mendesak.
Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan anggaran yang tidak disiplin dan minim komitmen untuk penguatan alat utama sistem senjata (alutsista). Ia menyebut sekitar dua per tiga anggaran pertahanan habis untuk biaya kepegawaian bukan untuk alutsista.
"Postur TNI itu sudah gemuk, banyak sekali perwira non job ditambah Menhan-nya bikin komponen cadangan yang belum perlu, mestinya ada perampingan dan skala prioritas," kata Husein kepada CNNIndonesia.com, Senin (8/1).
Ucapan Husein tersebut bukan asal jeplak. Berbagai data dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL), Laporan Keuangan Kemenhan, dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) menunjukkan anggaran Kemenhan pada 2023 yang mencapai Rp144,26 triliun, mayoritasnya dialokasikan untuk belanja pegawai, yakni Rp54,16 triliun.
Sedangkan, sisanya Rp46,04 triliun untuk belanja barang dan Rp34,12 triliun belanja modal.
Hal serupa juga terjadi pada 2022. Total belanja Kemenhan yang mencapai Rp150,43 triliun mayoritasnya dibelikan untuk belanja pegawai, yakni Rp51,65 triliun. Sementara sisanya Rp43,93 triliun untuk belanja barang dan Rp54,85 triliun belanja modal.
Pada 2021 juga demikian. Dari total anggaran belanja Kemenhan sebesar Rp125,88 triliun, anggaran untuk belanja pegawai mencapai Rp49,70 triliun. Sisanya, belanja barang Rp41,82 triliun dan belanja modal Rp34,35 triliun.
Sama pula pada 2020. Dari total belanja Kemenhan sebesar Rp136,87 triliun, untuk belanja pegawai mencapai Rp48,68 triliun. Sedangkan, sisanya Rp43,27 triliun untuk belanja barang dan Rp44,90 triliun belanja modal.
Karena mayoritas anggaran digunakan untuk belanja pegawai, Husein menilai peningkatan kapabilitas TNI, terutama akuisisi sistem persenjataan modern jadi tidak meningkat.
Di satu sisi, tingginya pengeluaran untuk kepegawaian tidak mesti berdampak pada kesejahteraan prajurit.
"Hal ini ditambah dengan cawe-cawe Menhan dalam urusan food estate dan pembentukan komponen cadangan yang jumlahnya ribuan itu di mana pengelolaan komponen utama saja jauh dari kata optimal," kata Husein.
"Sudah pasti dua hal tersebut membebani anggaran pertahan yang sudah banyak habis untuk urusan kepegawaian ketimbang urusan misalnya akuisisi alutsista modern," imbuhnya.
Di sisi lain, Husein juga menyoroti masalah pembelian alutsista yang berkelindan dengan masalah politik internasional.
Ia mengatakan Indonesia tak bisa sembarang membeli alutsista dari Rusia. Pasalnya, RI bisa kena sanksi dari AS.
Hal itu tak lepas dari faktor instrumen hukum AS, yakni Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).
Dengan aturan yang disahkan kepemimpinan Donald Trump, AS diketahui kerap memberikan sanksi kepada negara mitranya yang membeli alat utama sistem senjata (alutsista) dari Rusia.
"Ada CAATS. Kalau beli barang Rusia maka rentan sanksi dari Amerika," ucap Husein.
Tak hanya itu, mengingat dana yang besar, pembelian alutsista juga rawan korupsi. Terlebih pada pembelian alutsista bekas.
Husein mengatakan pembelian alutsista bekas itu sulit menemukan harga pembanding akibat barangnya langka di pasaran, sehingga harga bisa di-up tanpa kecurigaan.
Korupsi juga bisa masuk lewat celah transaksi melalui broker.
"Menggunakan broker, korupsi biasanya terjadi dengan modus fee broker sebagiannya untuk suap ke pejabat," tutur Husein.
Bersambung ke halaman berikutnya...