ANALISIS

Kenapa Bansos-Subsidi Triliunan Sulit Bersihkan RI dari Kemiskinan?

Sakti Darma Abhiyoso | CNN Indonesia
Selasa, 26 Mar 2024 07:28 WIB
Pemerintah menggelontorkan anggaran triliunan untuk mengatasi kemiskinan. Tapi, itu belum berdampak besar ke pengentasan kemiskinan.
Pemerintah menggelontorkan anggaran triliunan untuk mengatasi kemiskinan. Tapi, itu belum berdampak besar ke pengentasan kemiskinan. (ANTARA FOTO/ANDRI SAPUTRA).
Jakarta, CNN Indonesia --

Bantuan sosial dan subsidi menjadi salah satu senjata pemerintah menekan kemiskinan di Indonesia. Namun, Senjata ternyata belum sepenuhnya ampuh.

Misalnya, ketika negara jor-joran menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 hingga Rp1.060 triliun untuk bansos hingga subsidi.

Dana Rp1.060 triliun itu terbagi ke berbagai bantuan, mulai dari Rp27,9 triliun untuk Program Keluarga Harapan (PKH) hingga Rp44,3 triliun bagi kartu sembako. Ada juga bansos pangan tahap I senilai Rp8,2 triliun dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Rp42,4 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak cukup di sana, pemerintah mengucurkan bantuan ternak Rp235,3 triliun, bantuan alat dan mesin pertanian Rp681,2 triliun, bantuan benih-pupuk organik Rp1,5 triliun, subsidi BBM Rp99,6 triliun, dan bansos pangan tahap II Rp11,2 triliun.

Ada juga program pendidikan pintar sebesar Rp11,1 triliun. Kemudian, program KIP kuliah Rp12,7 triliun, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kementerian Agama Rp10,6 triliun, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Rp5,1 triliun, dan kartu prakerja sebesar Rp4,3 triliun.

Namun, gelontoran itu masih belum terlalu kuat untuk menekan jumlah kemiskinan di Indonesia. Lihat saja, Badan Pusat Statistik (BPS) nyatanya masih mencatat angka kemiskinan Indonesia tak sanggup ditekan ke bawah 25,9 juta orang per Maret 2023.

Angka ini turun tak sampai 500 ribu orang dibanding September 2022 yang 26,36 juta orang.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menegaskan bansos memang tidak tepat dijadikan senjata utama untuk memberantas kemiskinan. Ia mengatakan bukan berarti bantuan sosial tidak diperlukan, tetapi ini tidak seharusnya dijadikan prioritas utama.

"Karena untuk bisa mengeluarkan seseorang dari kemiskinan itu mestinya dia diberdayakan supaya dia betul-betul dari orang miskin menjadi orang tidak miskin lagi," kata Faisal kepada CNNIndonesia.com, Senin (25/3).

"Caranya tentu saja dengan tidak kasih dia uang, tidak dengan ikan, tapi umpan. Jadi, dia dibuat berdaya ekonominya, pekerjaannya, supaya dia bisa dapat pekerjaan yang lebih layak secara income (pendapatan). Jadi, melalui pemberdayaan (bukan dengan bansos)," tegasnya.

Faisal meyakini kehadiran bansos seharusnya cuma sebagai pelengkap. Bantuan semacam ini bisa disalurkan negara jika memang keadaannya benar-benar darurat.

Ia menyinggung beberapa pengecualian pemberian bansos. Misal, untuk mereka para lanjut usia (lansia) yang sudah tidak mampu lagi bekerja.

"Tapi, masalahnya bansos kan tetap terus diberikan dengan angka yang cukup besar setiap tahunnya. Padahal, kita tahu dalam implementasinya sendiri banyak ketidaktepatan sasaran. Banyak orang yang semestinya tidak dapat, mereka dapat. Terus orang yang betul-betul miskin banyak tidak dapat," kritik Faisal.

Di lain sisi, Faisal mengatakan ada perbedaan mendasar antara subsidi dan bansos. Jika bantuan sosial umumnya digunakan untuk keperluan konsumtif, ia menyebut subsidi sering dipakai untuk kegiatan produktif.

Hanya saja, ia menyoroti masih adanya ketidaktepatan sasaran dari penyaluran subsidi, baik bahan bakar minyak (BBM) maupun listrik. Oleh karena itu, Faisal mendesak perlunya pembenahan target penerima subsidi tersebut.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti juga punya pendapat hampir mirip. Menurutnya, bansos bukan solusi jangka panjang pengentasan kemiskinan di tanah air.

"Hanya temporer. Untuk bisa mengurangi kemiskinan harus memutus mata rantai lingkaran setan atau vicious circle yang membuat masyarakat miskin. Solusinya dengan meningkatkan kualitas pendidikan," saran Esther.

Esther menyorot alokasi untuk subsidi dan bansos yang dianggap tidak efektif menekan kemiskinan. Ia mengutip data BPS yang menunjukkan bahwa pemberian bansos selama 10 tahun terakhir hanya sanggup menurunkan angka kemiskinan sebesar 2 persen.

Ia menegaskan ⁠alokasi anggaran untuk bansos selama ini kurang tepat.

"Seharusnya ke program produktif yang men-generate income, bukan program bansos yang konsumtif. Data bansos juga perlu di-update setiap tahun," tandasnya.

Bansos Sering Dijadikan Komoditas Politik

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER