Dana Desa di Indonesia adalah salah satu program terbesar di dunia, berupa pengalokasian dana kepada level desa. Program ini mengalokasikan anggaran yang besar secara langsung ke lebih dari 75 ribu desa di seluruh negeri.
Hanya sedikit negara di dunia yang memberikan dukungan finansial kepada pemerintah desa dalam skala sebesar Dana Desa. Program Dana Desa memberikan otonomi kepada desa-desa lokal untuk langsung mengelola proyek-proyek pembangunan.
Berbeda dengan negara lain, di mana dana pembangunan pedesaan dikelola oleh lembaga regional atau nasional, Indonesia memberdayakan komunitas lokal untuk mengelola dan memprioritaskan dana tersebut secara mandiri.
Dana Desa adalah bagian dari dana Transfer ke Daerah yang bersumber dari APBN yang disalurkan kepada pemerintah daerah sebagai konsekuensi dari sistem penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia. Dana ini diperuntukkan bagi desa dengan tujuan mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.
Sejak dialokasikan pertama kali pada tahun 2015 sebesar Rp20,1 triliun, Dana Desa terus mengalami peningkatan hingga mencapai Rp71,0 Triliun pada 2025, dan merupakan komponen pendapatan terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
![]() |
Selama 10 tahun terakhir, tidak hanya alokasi yang bertambah, Dana Desa juga berkembang pada aspek pengalokasian. DI awal pengalokasian, formula Dana Desa mengedepankan prinsip pemerataan, ditunjukkan 90 persen dari alokasi dibagi rata ke seluruh desa penerima, dengan 10 persen sisanya dibagikan berdasarkan empat variable, yakni jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah penduduk miskin, dan indeks kesulitan geografis.
Mengingat variasi empat variable dari 75.265 desa sebagai angka terkini sangat tinggi, maka perbandingan rata-rata Dana Desa per desa masing-masing provinsi maupun antardesa menjadi sangat timpang. Kondisi ini kemudian melatarbelakangi penyempurnaan formulasi pengalokasian Dana Desa, yang lalu bertransformasi agar mendapatkan prinsip berkeadilan, yakni dengan mengurangi bobot pemerataan (alokasi dasar) dan menambahkan bobot untuk keempat variabel yang termasuk dalam alokasi formula.
Dengan perubahan ini, Dana Desa diarahkan demi pemerataan yang berkeadilan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan dan memberikan afirmasi kepada desa tertinggal dan sangat tertinggal.
Saat pandemi melanda Indonesia, pemerintah hadir untuk masyarakat desa yang terdampak, salah satunya melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa yang berasal dari Dana Desa. Pada 2020-2024 telah disalurkan Rp90,9 triliun BLT Desa kepada rata-rata 5,05 juta keluarga penerima manfaat per tahun nya.
Kebijakan BLT Desa ini merupakan sisi adaptif dari aspek penggunaan Dana Desa, di mana sebelum pandemi, penggunaan Dan Desa difokuskan untuk pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Tetapi saat pandemi melanda, prioritas Dana Desa diubah kepada pemberian uang tunai kepada keluarga penerima manfaat sebagai respons terhadap dampak sosial dan ekonomi yang sangat signifikan.
Dengan kebijakan Dana Desa yang terus disempurnakan, dampaknya juga semakin terasa. Pada 2016, tercatat hampir separuh desa di Indonesia sebanyak 33.592 desa berstatus desa tertinggal. Pada 2024, jumlah desa tertinggal berkurang sangat signifikan dengan menyisakan hanya sekitar 8 persen atau 6.100 desa berstatus desa tertinggal.
Di sisi lain, jumlah desa mandiri tumbuh hampir 100 kali lipat, di mana pada 2016 jumlah desa mandiri sebanyak 174 desa dan pada 2024 mencapai 17.203 desa. Dana Desa juga memiliki andil besar dalam penurunan kemiskinan, sesuai catatan BPS yang menyatakan persentase penduduk miskin di pedesaan mengalami penurunan sejak 2015 dari 14,21 persen menuju level terendah selama 10 tahun terakhir, yaitu 11,79 persen pada 2024.
Tidak sampai di situ, pemerintah terus berinovasi agar Dana Desa makin bermanfaat. Evolusi Dana Desa belakangan ini mencakup aspek kinerja, yaitu dengan memberikan insentif Dana Desa bagi desa dengan kinerja pengelolaan Dana Desa terbaik.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2023, pemerintah desa harus mendapatkan nilai "rapor" yang memadai agar bisa menerima insentif Dana Desa. Nilai rapor ini terbagi menjadi dua saringan. Pertama, terkait pemenuhan kriteria utama yaitu (i) kinerja penyaluran Dana Desa; (ii) penganggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaanya; dan (iii) merupakan desa bebas korupsi.
Desa yang lolos dari saringan pertama selanjutnya akan melalui saringan kedua, yaitu pemenuhan kriteria kinerja yang terdiri dari (i) kategori kinerja keuangan dan pembangunan desa; (ii) kategori tata kelola keuangan dan akuntabilitas keuangan desa; serta (iii) penghargaan dari Kementerian/Lembaga.
Lantas, apakah insentif Dana Desa dapat digunakan secara bebas? Untuk menjamin efektifitas penggunaan Dana Desa serta menghindari moral hazard dari penggunaan Dana Desa, maka penggunaan insentif Dana Desa juga diarahkan kepada a) program pemulihan ekonomi, berupa perlindungan sosial dan penanganan kemiskinan ekstrem; b) program ketahanan pangan dan hewani; dan/ atau; c) program pencegahan dan penurunan stunting skala Desa; serta d) untuk mendanai program sektor prioritas di Desa sesuai potensi dan karakteristik Desa dan/atau penyertaan modal pada badan usaha milik Desa.
Dengan berbagai pencapaian yang telah diraih melalui program Dana Desa, Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong pembangunan desa dan mempercepat pengentasan kemiskinan. Ke depannya, pemerintah akan terus memperbaiki sistem pengelolaan dan pengawasan, memastikan agar dana digunakan secara efisien dan transparan.
Evolusi kebijakan Dana Desa juga tetap perlu dilakukan, antara lain terkait kesiapan desa menghadapi perubahan iklim atau dampak lingkungan, penguatan kapasitas kelembagaan desa, serta penguatan dan kesinambungan pengembangan ekonomi desa. Dengan kebijakan yang tepat, program Dana Desa memiliki potensi yang besar untuk menjadi motor penggerak pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat desa di seluruh Indonesia.
(adv/adv)