Dari sisi dana, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan pembangunan giant sea wall tidak akan mudah. Sebab, kebutuhan anggarannya cukup besar.
Di sisi lain katanya, giant sea wall juga bukan infrastruktur komersial. Hal itu tentu akan membuat nafsu swasta masuk dan mendanai proyek tersebut kecil.
Kecuali, pemerintah mengubah skemanya saat nanti mencari dana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Cuma ada dua kemungkinan, pertama, great wall itu akan sekaligus menjadi reklamasi laut, sehingga swasta mendapatkan lahannya untuk membangun bisnis. Kedua, pemerintah jual surat utang ke swasta, untuk membiayainya," kata Ronny.
Menurutnya, jika hanya sekedar membiayai giant sea wall, maka swasta tidak akan mau. Pasalnya, proyek tersebut bukan peluang investasi yang menguntungkan.
Hal ini tercermin dari pembangunan tanggul raksasa di Jakarta yang walaupun sudah dijalankan beberapa tahun lalu, hingga kini nasibnya malah terkatung-katung dan malah menimbulkan masalah.
"Untuk ini, saya cenderung mengasumsikan opsinya yang pertama. Swastanya dapat konsesi lahan reklamasi, alias reklamasi yang sempat tertunda boleh jadi akan berlanjut," kata dia.
Lanjutnya, ada pula kemungkinan swasta mendapatkan konsesi di daerah lain dalam bentuk lahan. Sehingga, swasta akan menganggap giant sea wall sebagai program CSR atas kompensasi yang diberikan pemerintah.
"Ini misalnya pengusahanya dapat sejuta hektar lahan buat proyek ketahanan pangan, misalnya buat perkebunan tebu untuk ketahanan gula. Nah itu kan luas banget tuh, sejuta hektar atau dalam bentuk lain, misalnya konsesi tambang atau whatsoever, yang logikanya sama," jelasnya.
Ronny menegaskan jika pemerintah tidak memberikan imbalan seperti konsesi kepada pihak swasta, maka tidak akan ada yang mau masuk proyek tersebut.
"Karena nggak mungkin swasta mau membiayai kalau feedback tidak sesuai," terangnya.