CT Berbagi 'Resep Kaya' ke Komunitas Muslim di Kamboja

CNN Indonesia
Minggu, 24 Nov 2024 16:05 WIB
Pengusaha dan Founder CT Corp Chairul Tanjung berbagi ilmu kepada sekitar 450 pemimpin dan komunitas muslim Kamboja. (Ardhi Suryadhi/detikcom).
Phnom Penh, CNN Indonesia --

Pengusaha dan Founder CT Corp Chairul Tanjung berbagi ilmu kepada sekitar 450 pemimpin dan komunitas muslim Kamboja.

Pria yang akrab disapa CT ini memuji komunitas muslim di Kamboja yang solid. Pasalnya, meski minoritas dengan hanya sekitar 850 ribu jiwa atau 5 persen dari total populasi 17 juta jiwa di Kamboja, anggota komunitas muslim Kamboja ada yang duduk pemerintahan, senat, parlemen hingga kepala provinsi.

Namun, ia mengingatkan masyarakat muslim di Asia Tenggara masih terbilang minoritas dalam kontrol ekonomi. Padahal, secara jumlah, umat muslim di Asia Tenggara sangat besar yakni mencapai 253 juta atau sekitar 42 persen dan populasi penduduk.

Menurut CT, ia menyinggung ada lima 'musuh bersama' bagi masyarakat muslim sehingga sulit berkembang mulai dari kurangnya pengetahuan, kemiskinan, kesenjangan ekonomi, ketidatahuan/tak ada kepedulian serta rasa malas!

Jika ingin mengubah nasib maka pendidikan menjadi resep utama.

"Pendidikan merupakan keyword untuk mendapatkan akses informasi yang luas serta bisa berkompetisi. Madrasah pun harus bisa bersaing dengan top universitas," lanjut pria yang kerap disapa CT tersebut di acara yang digelar di Cambodia-Japan Cooperation Center (CJCC), Phnom Penh, Kamboja, Kamis (23/11).

Pada kesempatan itu, CT juga mewanti-wanti 'mental miskin' bisa menjadi penghambat orang-orang untuk berkembang. Mulai dari dari pasrah terhadap keadaan, menanti perubahan tanpa ada upaya, memilih menyerah untuk menghindari konflik hingga tak peduli detail dengan hal-hal kecil.

"Jadi kalau miskin jangan salahkan Tuhan, tapi salahkan dirimu sendiri karena mungkin kita belum bekerja lebih keras," terangnya di depan audiens yang berasal dari anggota parlemen, senat, wakil gubernur, pengusaha dan sejumlah elemen komunitas musilm dari berbagai provinsi di Kamboja tersebut.

Selain mental miskin, mental serba instan juga menjadi tantangan bagi generasi muda. Misalnya, mengambil cara instan dengan cara korupsi dan menyuap.

Cara salah itu akan menjebak pola pikir seseorang menjadi dangkal. Pasalnya, mereka tak melalui proses, kerja keras sehingga membentuk pola pikir, networking dan pribadi diri yang mumpuni.

"Coba tengok proses kehidupan kupu-kupu. Dimana mereka memulai hidupnya dari kepompong, mereka berusaha keras keluar dari kepompong sendiri, sampai akhirnya berhasil dan menjadi cantik serta terbang bepergian bebas. Jadi jika kita ingin jadi sukses, harus kerja keras, karena kerja keras menciptakan proses untuk jadi lebih kuat dan semakin baik lagi," lanjut Chairul.

Karenanya, ia selalu menggaungkan paradigma Innovation, Creativity dan Entrepreneurship (ICE) yang harus dimiliki mereka yang mengubah nasib atau semakin sukses.

Dahulu, paradigima efisiensi dan produktivitas pernah berhasil dijalankan Jepang di dunia industri, bahkan sampai mengontrol Amerika Serikat sebagai negara adidaya.

Saat ini, untuk menjadi unggul,  seseorang perlu terobosan inovasi, kreativitas tiada henti serta visi entrepreneur.

"Nah, untuk sampai titik itu (paradigma ICE), dibutuhkanlah sumber daya manusia terbaik yang dihasilkan lewat pendidikan terbaik pula," imbuhnya.



(sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK