Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap awal mula ditemukannya praktik pengoplosan beras curah yang dijual dengan label premium di pasaran.
Temuan ini, kata Amran, berangkat dari kejanggalan harga yang tercatat dalam dua bulan terakhir. Dalam catatan itu harga gabah di tingkat petani menurun.
Tapi anehnya, harga beras di tingkat konsumen justru naik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kami sampaikan, kami mencoba menganalisa karena ada anomali di mana dua bulan lalu, satu bulan lalu, itu terjadi penurunan harga di tingkat petani atau penggilingan. Kami ulangi, penurunan harga terjadi di penggilingan atau petani, tetapi terjadi kenaikan di tingkat konsumen," ujar Amran dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (16/7).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional mengalami peningkatan sebesar 14 persen atau sekitar 3 juta ton lebih. Kenaikan ini membuat pasokan berada di atas kebutuhan nasional. Namun, harga konsumen tetap naik sementara harga petani menurun.
"Harusnya kalau petani naik, baru bisa naik di tingkat konsumen," tambahnya.
Kondisi tersebut mendorong Kementan untuk melakukan pengecekan langsung ke lapangan. Pemeriksaan dilakukan di 10 provinsi produsen utama beras dengan menguji 268 merek yang beredar. Hasilnya, sebagian besar sampel menunjukkan ketidaksesuaian mutu.
"Ini semua beras curah tetapi dijual harga premium. Beras curah tetapi dijual harga medium. Dan lab-nya kami pakai 13 termasuk Sucofindo," ungkap Amran.
Ia menjelaskan dari hasil uji laboratorium, ditemukan sekitar 85 persen sampel tidak sesuai standar. Bahkan ditemukan beras dalam kemasan lima kilogram yang berat isinya hanya 4,5 kilogram (kg).
Amran mengatakan total nilai kerugian akibat praktik ini mencapai sekitar Rp99 triliun, hasil perkalian dari selisih harga dan volume beras yang beredar.
"Ini tidak cukup, ada lagi penemuan Satgas. Karena kami bergerak bersama Satgas dan kontak Menteri Perdagangan (Budi Santoso). Sebelum bergerak kami sampaikan dan hasilnya kami sampaikan," ujarnya.
Pemeriksaan paralel yang dilakukan Kementerian Perdagangan juga menghasilkan temuan serupa. Dari 10 sampel yang diambil, sembilan di antaranya tidak sesuai.
"Jadi 90 persen, kalau kami temukan 86 persen, kalau perdagangan temukan 90 persen," jelas Amran.
Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto turut menanggapi temuan tersebut dan meminta agar kasus ini diusut tuntas.
"Intinya, pokoknya kita minta supaya ini diusut sampai tuntas. Jangan sampai terjadi seperti ini. Kita ini mau lagi semangat-semangatnya urusan swasembada pangan, swasembada beras, tapi kok ini ditemukan ada beras oplosan yang tentunya ini merugikan masyarakat," kata Titiek.
Ia mendorong Kementerian Pertanian untuk berkoordinasi dengan kementerian terkait dan menindak tegas pelaku, baik skala kecil maupun besar.
"Kita enggak boleh lihat pilih-pilih itu perusahaan besar atau kecil. Harus ditindak ya kalau memang betul salah, terbukti dia ngoplos," tegasnya.
Titiek meminta agar temuan ini tidak hanya ditindaklanjuti oleh Mentan Amran, tetapi juga oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan alias Zulhas.
"Tolong menkonya juga turun tangan, jangan diam-diam saja. Supaya ini dikoordinasikan, jangan sedikit-sedikit heboh ini, heboh itu. Ini rakyat jadi bingung," ujarnya.
(del/agt)