Amran Minta Produsen 212 Merek Beras Oplosan Turunkan Harga
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meminta para produsen beras menurunkan harga jual buntut temuan 212 merek beras yang dioplos atau tidak tidak sesuai mutu.
Ia menyebut sejumlah perusahaan telah merespons imbauan pemerintah dengan menurunkan harga jual Rp1.000 per kemasan 5 kilogram (kg), atau setara Rp200 per kg.
"Setelah kami menyurat ke penegak hukum 212 merek, dan mereka menyurat, turunkan harga Rp1.000. Alhamdulillah di bawah HET (harga eceran tertinggi). HET Rp74 ribu ya, Rp1.000 per kg turun menjadi Rp73 ribu," ujar Amran dalam acara Launching Penyebaran Beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Kantor Pos Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat (18/7).
Menurut Amran, penurunan harga tersebut merupakan hasil dari langkah koordinatif pemerintah dalam mendorong transparansi harga dan mutu beras di tengah produksi nasional yang meningkat.
Ia menyatakan saat ini total sebanyak 1,5 juta ton beras digelontorkan ke pasar, termasuk 1,3 juta ton beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
"Kita lepas SPHP 1,3 juta ton, total 1,5 juta ton seluruh Indonesia bergerak bersama-sama. Kami yakin 1-2 minggu harga turun, dan bahkan sudah ada perusahaan besar menyurat, meminta distributornya menurunkan harga Rp1.000 per kemasan," kata Amran.
Ia pun meminta seluruh pelaku usaha mengikuti langkah tersebut demi menjaga keterjangkauan harga di tingkat konsumen.
"Kami ucapkan terima kasih, tapi kami mohon seluruh Indonesia melakukan hal yang sama, agar masyarakat menikmati harga yang baik di saat produksi meningkat," lanjutnya.
Amran menegaskan penurunan harga berasal langsung dari para produsen, bukan distributor ataupun pengecer. Ia juga mengingatkan agar produsen menjaga mutu produk sesuai label kemasan.
"Ya (penurunan harga) dari produsennya, karena kami imbau turunkan harga di bawah HET. Tapi ingat bukan saja HET, kualitas. Kalau dia premium, harus kualitasnya premium. Itu tidak boleh ditawar. Kalau dia medium, ya medium. Karena nanti kita mengecek secara rutin, berkala," ucapnya.
Ia menambahkan imbauan tersebut tidak berlaku bagi beras SPHP yang diproduksi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan badan usaha pangan pelat merah lainnya. Menurut Amran, beras SPHP sudah sesuai dengan standar mutu dan tidak terlibat dalam praktik pengoplosan.
"Oh kalau ini (SPHP) enggak, enggak berani. Ini pelat merah ini semua, enggak berani. Ini Bapak Presiden (Prabowo) perintahkan, enggak berani ada yang oplos. Aku saja tidak berani, apalagi beliau-beliau. Mana berani mau oplos. Enggak, sesuai standar. 1,5 juta (ton) sesuai spek yang ada di kemasan," jelasnya.
Produksi beras nasional sendiri diproyeksi meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi Januari-Agustus 2025 mencapai 24,97 juta ton, naik 14,09 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Dengan kondisi ini, pemerintah menilai tidak ada justifikasi atas harga beras yang melampaui HET.
"Produksi tinggi, stok melimpah. Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk menaikkan harga seenaknya. Jangan akali pasar dengan manipulasi kualitas dan harga. Ini menyangkut kebutuhan pokok rakyat," tutur Amran.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian menyatakan hasil uji laboratorium atas sejumlah sampel beras yang diproduksi Food Station Tjipinang Jaya menunjukkan ketidaksesuaian dengan standar mutu beras premium. Temuan ini turut diperkuat dengan hasil peninjauan lapangan yang menunjukkan adanya penjualan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan Moch Arief Cahyono mengatakan praktik semacam ini tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga mencederai keadilan distribusi pangan. Ia mendorong pihak produsen untuk fokus pada perbaikan mutu alih-alih menyangkal temuan di media.
"Jika pihak Food Station membutuhkan salinan data hasil laboratorium, silakan menghubungi Satgas Pangan Mabes Polri. Mereka telah memiliki seluruh hasil pengujian dan sedang mendalami temuan ini," ujar Arief.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin, membenarkan penurunan harga sebesar Rp1.000 per 5 kg diberlakukan oleh produsen, bukan ritel.
"Rafaksi itu adalah senilai berapa yang kita jual kali Rp1.000, itu kita perhitungkan untuk kita klaim kepada prinsipal atau produsen. Ini tujuannya para prinsipal adalah membantu masyarakat," ujarnya.
Namun, ia mengaku para peritel masih mengalami kendala dalam pemenuhan pasokan.
"Service level daripada pemasok beras itu hanya 50-60 persen. Artinya dari 100 kg yang kita order atau 100 ton yang kita order, kita hanya datang 50-60 persen," tuturnya.
(del/pta)