Pengusaha Yakin Fenomena Rojali Tak Bertahan Lama: Ganti Jadi Robeli

CNN Indonesia
Selasa, 29 Jul 2025 19:28 WIB
Apindo menilai tren rojali hingga rohana di pusat-pusat perbelanjaan bakal hilang seiring membaiknya daya beli masyarakat dan perekonomian nasional.
Apindo menilai tren rojali hingga rohana di pusat-pusat perbelanjaan bakal hilang seiring membaiknya daya beli masyarakat dan perekonomian nasional. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai tren rojali alias rombongan jarang beli hingga rohana atau rombongan hanya nanya di pusat-pusat perbelanjaan bukan kondisi permanen.

Mereka optimistis gejala ini akan mereda seiring membaiknya daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Rojali dan rohana ini nanti akan dengan sendirinya mulai hilang, dan mulai berbelanja, saat kemampuan daya beli mereka naik, dan pertumbuhan ekonomi kita bisa bertumbuh sesuai harapan," ujar Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani dalam konferensi pers di Kantor Pusat Apindo, Jakarta Selatan, Selasa (29/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ajib menjelaskan kecenderungan masyarakat untuk hanya jalan-jalan atau sekadar bertanya tanpa membeli merupakan bentuk penyesuaian konsumsi. Hal ini selaras dengan fenomena lipstick index, yaitu pola belanja di mana masyarakat tetap mengeluarkan uang untuk kebutuhan tersier seperti hiburan, meskipun mengerem pengeluaran rutin.

"Kalau ada kebutuhan-kebutuhan ekstra, misalnya menonton bola atau konser, tiket baru keluar aja biasanya kehabisan. Artinya, masyarakat tetap belanja, hanya selektif," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menyebut penurunan permintaan memang dirasakan pelaku ritel. Namun, ia menilai kehadiran pengunjung di pusat belanja tetap menjadi peluang untuk mendorong konsumsi.

"Kalau kita kaitkan dengan demand, rojali dan rohana itu konsepnya lebih ke daya beli. Di ritel sendiri, mereka merasakan bahwa adanya penurunan demand itu terasa sekali, makanya ada orang yang lebih banyak jalan-jalan," kata Shinta.

Menurutnya, fenomena ini tak lantas membuat pelaku usaha menyerah. Ia menyebut berbagai inisiatif, baik dari pelaku ritel maupun pemerintah, akan terus didorong untuk menggerakkan konsumsi. Salah satunya lewat program diskon menjelang Hari Kemerdekaan 17 Agustus yang dirancang sebagai Hari Belanja Nasional (Harbolnas).

"Kami pikir konsep itu (Harbolnas) lebih baik dibandingkan kosong sama sekali. Nah, sekarang bagaimana pemerintah bisa membantu boost untuk insentif daya beli dan demand ini. Kita tidak akan putus asa dengan mencoba berbagai upaya agar bisa ada kebertingkatan daripada demand yang ada," tuturnya.

Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto menambahkan solusi jangka panjang dari lemahnya konsumsi adalah memperkuat daya saing produk dalam negeri. Ia menilai jika produk lokal mampu bersaing secara kualitas dan harga, maka masyarakat akan lebih percaya untuk membeli.

"Kalau kita ini berdaya saing, otomatis investasi yang ada bertumbuh, tidak berkurang dan juga investasi yang ada bisa memberikan buying power. Jadi istilah rohana-rojali itu bisa tidak menjadi rohana-rojali, tapi jadi robeli atau rombongan benar beli," ujar Anne.

Fenomena rojali dan rohana mencuat kembali di publik dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini pun seiring pelaku ritel mengeluhkan turunnya penjualan meskipun jumlah pengunjung pusat belanja tetap tinggi.

[Gambas:Video CNN]

(del/pta)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER