Pembelian aset kripto akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) 0,21 persen dari nilai transaksi mulai hari ini sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 yang ditandatangani Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Pungutan PPh kripto naik dari aturan sebelumnya di PMK Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Dalam PMK itu, PPh kripto 0,1 persen atau 0,2 persen.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto mengatakan kenaikan PPh dilakukan seiring penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) kripto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"PPh pasal 22 final ada sedikit kenaikan. Jadi, untuk mengompensasi PPN yang sudah tidak ada," kata Bimo pada media briefing di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta Selatan, Kamis (31/7).
Lihat Juga : |
Kripto sebelumnya dikenakan PPN 0,11 persen dan 0,22 persen. Perbedaan itu tergantung dari penyelenggara transaksinya terdaftar atau tidak di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menggunakan rumus tarif PPh lama sebesar 0,1 persen ditambah PPN 0,11 persen. Dengan demikian, tarif PPh pasal 22 atas transaksi kripto menjadi 0,21 persen.
"Perubahan klasifikasi dari komoditas menjadi aset keuangan digital tersebut memenuhi karakteristik sebagai surat berharga," ungkap Bimo.
"Sehingga aset kripto tersebut sebagai karakteristiknya yang sesuai dengan surat berharga dan sebagai aset keuangan digital itu tidak lagi dikenai pajak pertambahan nilai (PPN)," jelasnya.
Pemungut PPh transaksi kripto 0,21 persen adalah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dalam negeri. Sementara itu, PPMSE luar negeri bakal dipungut tarif PPh pasal 22 yang lebih tinggi, yakni 1 persen.
(fby/dhf)