Ekonom Prasasti Yakin BPS Tidak 'Mainkan' Data Pertumbuhan 5,12 Persen

CNN Indonesia
Selasa, 12 Agu 2025 20:45 WIB
Ekonom menilai kenaikan pertumbuhan ekonomi di tengah marak PHK karena ditopang fenomena ekonomi digital menjadi faktor pendorong pertumbuhan.
Ekonom menilai kenaikan pertumbuhan ekonomi di tengah marak PHK karena ditopang fenomena ekonomi digital menjadi faktor pendorong pertumbuhan. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Policy and Program Director Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) Piter Abdullah mengatakan data konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) bukan hasil rekayasa.

Ia menilai data tersebut valid dan layak menjadi rujukan, meski sejumlah indikator ekonomi menunjukkan tren pelemahan.

Hal ini Peter ungkap saat dimintai tanggapan terkait rilis data konsumsi BPS yang menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12 persen year on year (yoy) kuartal II-2025.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"BPS tidak mengada-ada untuk tingkat konsumsi," kata Piter dalam konferensi pers di Artotel Gelora Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (12/8).

Piter menjelaskan salah satu hal yang kerap dipertanyakan publik adalah perbedaan tren antara Purchasing Manager Index (PMI) dan pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, PMI merupakan hasil survei yang menanyakan pembelian untuk periode ke depan, bukan transaksi yang sudah terjadi. Karena itu, angka PMI pada kuartal I-2025 yang masih relatif tinggi tetap selaras dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025.

Ia menilai capaian pertumbuhan 5,12 persen tersebut seharusnya dipandang positif.

"Seharusnya itu kan berita gembira ya, jangan melihatnya berita sedih, pertumbuhan 5,12 (persen) kok merengut semua, padahal itu kan berita gembira," ujarnya.

Menanggapi keraguan sebagian pihak yang mempertanyakan kenaikan pertumbuhan ekonomi di tengah tingginya pemutusan hubungan kerja (PHK), Piter menilai fenomena ekonomi digital menjadi faktor penopang.

Ia mencontohkan keberadaan platform seperti Gojek, Grab, Maxim, dan inDrive yang mampu menyerap pekerja terdampak PHK sebagai pekerja lepas berbasis digital.

"Artinya itu tetap membantu mereka mendapatkan penghasilan dan tetap untuk konsumsi," katanya.

Piter menyebut data BPS menunjukkan konsumsi tidak turun meski terjadi gejolak ekonomi, penurunan indeks keyakinan konsumen, dan peningkatan PHK. Hal ini, menurutnya, bisa dijelaskan dari karakter konsumsi dua kelompok masyarakat.

Pada kelompok menengah atas, konsumsi cenderung tidak elastis karena daya beli yang stabil. Sementara pada kelompok bawah, konsumsi biasanya lebih elastis, tetapi tetap terjaga berkat peningkatan bantuan sosial dari pemerintah.

Ia menilai kondisi ini membuat konsumsi secara agregat relatif terjaga, meski pertumbuhannya di bawah 5 persen baik pada kuartal I maupun kuartal II.

"Menurut saya sebagai ekonom, angka yang wajar untuk tingkat perekonomian kita saat ini," ujar Piter.

Sebelumnya, BPS merilis data yang menunjukkan konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025, yakni sebesar 2,64 persen.

BPS mencatat nilai transaksi uang elektronik, kartu debit, dan kartu kredit tumbuh 6,26 persen yoy, sementara transaksi online dari e-retail dan marketplace naik 7,55 persen secara quarter to quarter (qtq). Indeks penjualan eceran riil tumbuh 1,19 persen yoy dan impor barang konsumsi meningkat 7,60 persen yoy.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud mengatakan data tersebut menunjukkan adanya pergeseran pola belanja dari offline ke online.

"Jadi, apakah daya beli sudah pulih? Kita hanya menyampaikan data, memang konsumsinya demikian," kata Edy.

Sementara itu, data PMI manufaktur Indonesia yang dirilis S&P Global menunjukkan penurunan selama tiga bulan terakhir, yakni 49,2 pada Juli 2025, 46,9 pada Juni, dan 47,4 pada Mei.

[Gambas:Video CNN]

(del/pta)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER