Proyeksi BI soal Nasib Ekspor RI di Kala Intaian Tarif Transhipment AS
Bank Indonesia (BI) memproyeksi nasib ekspor Indonesia di tengah intaian tambahan tarif transhipment dari Presiden AS Donald Trump.
Tarif transhipment adalah jurus Trump menjegal larinya produk-produk China ke negara lain, sebelum diekspor ke Amerika. Contoh korban aturan transhipment adalah Vietnam yang diancam tarif 40 persen jika barang-barangnya terbukti bukan buatan asli negaranya.
"Memang, masih ada risiko dengan additional tariff untuk transhipment," ungkap Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juli Budi Winantya dalam Pelatihan Wartawan 'Kebijakan BI Jaga Stabilitas dan Dorong Pertumbuhan' di Hotel Melia Yogyakarta, Jumat (22/8).
Juli tak memungkiri masalah tarif impor menimbulkan ketidakpastian, tapi diprediksi hanya bertahan dalam jangka pendek. Ia melihat kepastian terkait tarif kini sudah semakin jelas.
Ia mencontohkan bagaimana Indonesia berhasil mengantongi penurunan tarif resiprokal, yakni dari 32 persen menjadi 19 persen. Bank Indonesia melihat besaran tersebut cukup kompetitif dibandingkan negara-negara lainnya.
"Kita yakini ke depan ekspornya masih akan tetap baik ... Memang, secara umum karena tarifnya lebih rendah, confident-nya lebih tinggi, ya tentunya kita harapkan ekspornya ke depan akan juga meningkat," proyeksi Juli.
"(Ekspor yang meningkat) akan diikuti oleh investasi dan juga konsumsi rumah tangga yang lebih baik," harapnya.
BI mencatat kinerja ekspor Indonesia pada Juni 2025 dan Juli 2025 meningkat tinggi. Bahkan, dirinya melihat ada dampak yang terasa di 3 sektor.
Pertama, sektor industri pengolahan yang tumbuh 5,68 persen. Kedua, sektor perdagangan.
"Karena ini sejalan sama tadi ekspor (tumbuh tinggi), sejalan dengan mobilitas sektor atau lapangan usaha perdagangan ini tumbuh tinggi 5,37 persen," tuturnya.
Sedangkan yang ketiga adalah sektor informasi dan komunikasi. Juli mencatat sektor tersebut tumbuh hampir 8 persen, yakni tepatnya di level 7,9 persen.
Berdasarkan data terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Agustus 2025, nilai ekspor Indonesia per Juni 2025 tembus US$23,44 miliar. Jumlah tersebut naik 11,29 persen dibandingkan realisasi ekspor Juni 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui adanya strategi frontloading dari para pengusaha. Itu dilakukan untuk mengantisipasi penerapan tarif impor AS yang resmi berlaku pada 7 Agustus 2025.
Terpisah, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso memastikan Indonesia selamat dari ancaman tarif transhipment. Klaim itu diungkap pada 18 Juli 2025, yakni dua hari setelah pengumuman diskon tarif impor bagi Indonesia.
Akan tetapi, Susi mengamini ada pembahasan terkait masalah barang-barang transhipment ketika negosiasi dengan Pemerintah AS. Itu dimuat dalam payung rule of origin, di mana muaranya adalah sertifikat yang membuktikan keaslian asal barang tersebut.
"Kalau kita enggak ada ancaman untuk tarif transhipment. Yang melindungi barang itu asalnya dari mana kan namanya certificate of origin. Itu yang menandakan itu asalnya dari mana, lokal kontennya harus berapa, itu sudah ada kesepakatan, sudah ada aturannya," tegas Susi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (18/7).
"Nah, yang selama ini karena kalau Vietnam itu kan memang dekat dengan China dan bisnis modelnya memang banyak remanufaktur dari China. Kalau kita kan tidak, industrinya memang manufaktur di Indonesia. Kalau bahan baku bisa saja dari China, impor bahan raw material, tapi proses produksi kan semuanya di Indonesia," tuturnya.
(skt/agt)