Eks Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah menyebut Indonesia membutuhkan investasi sedikitnya Rp11.000 triliun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.
Burhanuddin menjelaskan dengan tingkat Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia sebesar 6,5, pertumbuhan ekonomi 8 persen hanya bisa dicapai jika investasi mencapai sekitar 52 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Dengan PDB yang kini berada di kisaran Rp22.740 triliun, kebutuhan investasinya setara kurang lebih Rp11.000 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dengan ICOR kita 6,5 dan kita ingin tumbuh 8 persen, maka kita memerlukan paling tidak 52 persen dari PDB. Dan 52 persen dari PDB itu, kalau PDB kita Rp22.000 triliun, maka kita perlu Rp11.000 triliun," ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di Artotel Gelora Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (12/8).
Mantan Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran ini mengatakan target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah ambisius yang memerlukan sumber pertumbuhan tambahan.
"Sebagaimana kita ketahui, ini pemerintah Pak Prabowo ini sudah mengupayakan agar bisa pertumbuhan itu mencapai 8 persen. Dan 8 persen ini saya kira kita semua sepakat ini satu langkah, cita-cita yang quite ambitious sebetulnya. Dan karena itu kita harus mencari sumber-sumber pertumbuhan yang bisa membawa kita ke 8 persen itu," ujarnya.
Dengan tingkat gross domestic savings Indonesia di kisaran 38 persen dari PDB, Burhanuddin menghitung ada selisih sekitar 14 persen yang perlu dipenuhi dari sumber eksternal.
"Sehingga ada 14 persen yang gap-nya yang harus diisi oleh external saving, saving-nya orang lain. Either melalui pinjaman atau melalui foreign direct investment (FDI) untuk bisa memenuhi 52 persen tadi," jelasnya.
Burhanuddin mengatakan jika seluruh sektor ekonomi bisa mencapai tingkat efisiensi seperti ekonomi digital, yang memiliki ICOR 4,3, maka pertumbuhan ekonomi 8 persen hanya membutuhkan investasi sekitar 34-35 persen dari PDB.
Dengan tabungan domestik yang saat ini setara 38 persen PDB, kebutuhan investasi tersebut sebenarnya sudah bisa terpenuhi tanpa harus mencari dana dari luar negeri.
"Kalau assuming seluruh perekonomian kita 4,3 ICOR-nya, maka kebutuhan investasinya menjadi 8 (persen) dikali 4,3, 32, sekitar 35. Sementara tadi gross domestic saving kita 38," katanya.
Dengan kondisi itu, kata dia, Indonesia bahkan berpotensi mengalami surplus tabungan domestik. Namun, saat ini baru sebagian kecil sektor, khususnya ekonomi digital, yang mencapai tingkat efisiensi tersebut.
"Kalau ekonomi digital secara khusus, maka sharing-nya terhadap PDB bisa... pertumbuhannya bisa mencapai 8,4 persen," ujarnya.
Menurut perhitungan Bappenas, pertumbuhan rata-rata 6 persen akan membuat Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah pada 2041. Jika rata-rata 7 persen, target itu bisa dicapai pada 2038.
"8 persen pastinya akan lebih cepat naik. Tapi ya secara bertahap ya, karena kalau on average 8 persen kayaknya agak berat juga," ujar Burhanuddin.
Sebelumnya, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM melaporkan realisasi investasi hingga semester I-2025 mencapai Rp942,9 triliun, tumbuh 13,6 persen secara tahunan.
Capaian tersebut setara 49,5 persen dari target 2025 sebesar Rp1.905,6 triliun dan menyerap 1.259.868 tenaga kerja.
(del/sfr)