ANALISIS

Tepatkah Burden Sharing BI - Kemenkeu Demi Ongkosi Asta Cita Prabowo?

Feby Febrina Nadeak | CNN Indonesia
Kamis, 04 Sep 2025 07:25 WIB
Agresifnya BI membeli surat utang negara menimbulkan berbagai risiko. Agenda Asta Cita Prabowo dinilai tetap bisa berjalan tanpa menukar kredibilitas moneter.
Segudang Risiko Pergeseran Wacana: Kredibilitas hingga Kurs. (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Rizal mengatakan penggunaan burden sharing kembali untuk menopang program-program prioritas Presiden Prabowo di bawah payung Asta Cita, mulai dari Koperasi Merah Putih, perumahan rakyat hingga ketahanan pangan, berarti fungsi BI bukan lagi sekadar lender of last resort, tetapi berubah menjadi semacam development financier.

Pergeseran ini menimbulkan risiko kredibilitas. Jika BI terlalu sering membeli SBN untuk mendanai program pemerintah, sambungnya, pasar bisa menilai bahwa independensi moneter terganggu.

"Dampaknya terhadap yield SBN berpotensi naik karena investor asing menuntut premi risiko lebih tinggi, rupiah bisa tertekan, dan persepsi fiscal dominance menguat," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rizal mengatakan secara teknis, burden sharing memang bisa menjaga biaya utang pemerintah tetap rendah, tetapi konsekuensinya likuiditas perbankan akan semakin longgar, meningkatkan potensi inflasi ke depan. Jika pola ini terus dilanjutkan makan berpotensi adanya risiko moral hazard fiskal.

"Pemerintah bisa semakin ekspansif dengan asumsi BI siap membeli SBN kapan pun dibutuhkan, sehingga disiplin fiskal berpotensi tergerus. Selain itu, investor internasional dapat memandang Indonesia bergeser ke arah praktik fiscal monetization, mirip dengan negara-negara yang defisitnya ditutup oleh bank sentral seperti Turki atau beberapa negara Amerika Latin," katanya.

Sementara itu, Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengatakan pergeseran wacana burden sharing dari penanganan pandemi menuju pembiayaan Asta Cita mengandung risiko kategoris.

"Mengubahnya menjadi alat pembiayaan program prioritas berpotensi merusak disiplin fiskal-moneter, menaikkan premi risiko, dan menguji kepercayaan investor terhadap independensi BI," katanya.

Ia mengatakan kerangka hukum sudah memberi pagar: pembelian SBN di pasar perdana bersifat krisis-only, dengan keputusan berbasis rekomendasi KSSK.

"Menggeser narasi ke menjamin Asta Cita akan dibaca pasar sebagai sinyal fiscal dominance. Ekspektasi inflasi bisa menguat, rupiah lebih sensitif saat sentimen global memburuk, dan yield SBN menuntut kompensasi risiko yang lebih tinggi," katanya.

Ia mengatakan agenda Asta Cita tetap bisa berjalan tanpa menukar kredibilitas moneter. Pemerintah dapat memaksimalkan pembiayaan kreatif seperti PPP (Public-Private Partnership).

"BI fokus pada operasi sekunder yang pro-market untuk menambat volatilitas, disertai sterilisasi yang disiplin agar basis uang tidak melebar permanen," katanya.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER