Monash:Demo Dipicu Frustrasi Rakyat, Bukan Aktor Eksternal Tersembunyi

dhf | CNN Indonesia
Jumat, 05 Sep 2025 14:55 WIB
Monash Data & Democracy Research Hub menilai demonstrasi besar-besaran di Indonesia akhir Agustus 2025 dipicu frustrasi rakyat. (Foto: CNN Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia --

Monash Data & Democracy Research Hub menilai demonstrasi besar-besaran di Indonesia akhir Agustus 2025 bukan digerakkan aktor dari luar, melainkan dipicu frustrasi rakyat.

Kesimpulan itu ditarik dari analisis emosi publik, toksisitas, dan polarisasi dalam percakapan masyarakat Indonesia di media sosial selama 2 tahun terakhir.

"Protes Agustus 2025 bukanlah anomali. Ia bukan digerakkan oleh aktor eksternal yang tersembunyi, melainkan refleksi akumulasi frustrasi rakyat yang telah tumbuh paling tidak sejak dua tahun terakhir-di titik temu antara polarisasi kelas sosio-ekonomi dan anti‑elite," kata Monash dalam keterangan tertulis, Kamis (4/9).

Sejak September 2023, Monash mendeteksi dua sumbu utama polarisasi. Pertama, ketegangan antara kelompok yang memiliki hak istimewa dengan kelas pekerja atau kelas menengah rentan.

Kedua, adalah benturan persepsi antara elite politik atau dinasti dengan rakyat. Lembaga itu menyatakan dua sumbu ini pun tampak saat pemilu dan pilkada serentak 2024.

Monash pun mengecek 10 juta percakapan digital di media sosial dan berita media pada 25-31 Agustus 2025. Tim peneliti menganalisis 13.780 unggahan original (bukan retweet/share) untuk menangkapekspresi autentik warganet.

Hasilnya, 70,9 persen percakapa non-toksik, sedangkan 29,1 persen percakapan tergolong toksik. Lonjakan toksisitas terjadi pada 28-30 Agustus, sejalan dengan eskalasi kekerasan di lapangan, khususnya setelah pengemudi ojek online Affan Kurniawan tewas dilindas polisi.

Monash menemukan 20 persen percakapan mengandung polarisasi yang sudah tampak dalam dua tahun terakhir.

"Protes Agustus 2025 kembali menegaskan pola ini: DPR dan pejabat digambarkanmenikmati privilese, sementara kelompok pekerja dan masyarakat bawah menjadi korban langsung kebijakan maupun kekerasan aparat," demikian Monash.

Pemerintah diminta respons


Monash Data & Democracy Research Hub menyarankan Pemerintah Indonesia mengakui ketegangan kelas sosio-ekonomi dan jarak antara rakyat biasa dengan elite politik/pejabat.

"Kedua, berikan respons yang transparan dan konkret, bukan represi: tindak lanjut kebijakan yang terukur jauh lebih efektif memulihkan kepercayaan ketimbang komunikasi belaka," ujar mereka.

Monash juga menyarankan pemerintah mengurangi simbolisme kemewahan.

Tak hanya itu, Monash menyatakan, pemerintah harus menghentikan glorifikasi gaya hidup mewah pejabat/elite di ruang publik, apalagi saat masyarakat sedang menghadapi tekanan ekonomi.

Selain itu, perlu disediakan saluran aspirasi yang aman dan akuntabel. Penguatan mekanisme partisipasi publik penting untuk mencegah akumulasi frustrasi yang bisa kembali meledak di masa depan.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyinggung ada pihak di belakang demonstrasi besar-besaran akhir Agustus.

"Saudara-saudara sekalian, kita waspada terhadap campur tangan kelompok-kelompok yang tidak ingin Indonesia sejahtera, tidak ingin Indonesia bangkit. Mari bersama-sama perbaiki semua kekurangan yang ada pada pemerintahan dan pada negara kita," kata Prabowo pada jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (31/8).

(asa)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK