Bisnis Tempat Makan Singapura Ambruk, 250 Restoran Tutup Setiap Bulan
Bisnis tempat makan dan minuman di Singapura ambruk. Sekitar 250 restoran tutup setiap bulan.
Dilansir CNA, sekitar 3.000 bisnis makanan dan minuman di Singapura tutup tahun 2024. Jumlah ini menjadi yang tertinggi selama dua dekade terakhir.
Salah satu restoran ternama yang gulung tikar adalah Ka-Soh. Restoran penjual makanan Kanton ini telah berdiri 86 tahun di Singapura.
Mereka terakhir menyajikan hidangan sup ikan pada 28 September mendatang. Pemilik generasi ketiga restoran tersebut, Cedric Tang, menyebut Ka-Soh teah kalah dalam persaingan bisnis di zaman sekarang.
"(Meskipun kami) telah bekerja sangat keras bertahun-tahun, kami merasa sudah cukup," kata Cedric dilansir CNA.
Ka-Soh terpaksa tutup lantaran harga sewa tempat naik 30 persen tahun ini. Harga sewa restoran yang berlokasi di Greenwood Avenue itu naik dari US12 ribu ke US$15 ribu per bulan.
Mereka harus menjual 300 mangkuk lebih banyak dari biasanya untuk menutup kenaikan biaya sewa. Kondisi ini diperparah dengan kenaikan harga bahan baku.
"Sebagai bisnis warisan, kami mencoba untuk tidak menaikkan harga terlalu tinggi karena kami ingin tetap terjangkau oleh konsumen lama kami," ujarnya.
Badai masalah itu sebenarnya sudah dihadapi melalui sejumlah penghematan. Cedric sampai mengerjakan sejumlah pekerjaan kasar, seperti cuci piring, untuk memangkas pengeluaran upah.
Sebelum Ka-Soh, ada restoran Burp Kitchen & Bar yang tutup bisnis pada Juli. Pada bulan itu, ada 320 restoran yang tutup di Singapura.
Ada pula Prive Group yang menutup semua cabang mereka pada 31 Agustus. Pada bulan itu, ada 360 bisnis makanan dan minuman di Singapura yang tutup lapak.
"Bahkan mereka yang terkuat pun tak mampu bertahan di kondisi ini," ujar mantan pemilik restoran Chua Ee Chien.
Lonjakan harga sewa
Seperti kasus Ka-Soh, persoalan lonjakan harga sewa menjadi persoalan di Singapura. Persatuan Penyewa Singapura untuk Keadilan (SGTUFF) yang menaungi lebih dari 1.000 bisnis makanan-minuman mencatat kenaikan harga sewa mencapai 20-49 persen.
"Ini adalah sesuatu yang kita belum pernah lihat dalam 15-20 tahun terakhir," ucap Terence Yow, Ketua SGTUFF.
Setelah pembelian rumah tinggal lesu, ruko menjadi properti seksi di Singapura. Hal ini berujung ekspektasi pemilik properti ruko untuk mendapatkan sewa yang lebih tinggi.
Meski demikian, tuan tanah juga menghadapi tantangan tersendiri. Mereka menghadapi kenaikan biaya konstruksi yang naik 30 persen dan biaya perawatan yang naik 10 persen.
Selain harga sewa, bisnis makanan dan minuman menghadapi masalah kenaikan biaya gaji pegawai. Karena kelangkaan tenaga kerja, restoran-restoran besar rela membayar berkali-kali lipat untuk mendapatkan pekerja. Bisnis menengah dan kecil pun kewalahan.
Asosiasi Restoran Si
ngapura sudah mewanti-wanti krisis tenaga kerja serius sejak Maret. Mereka mendorong pemerintah untuk mengkaji ulang kuota perekrutan tenaga kerja asing demi menekan biaya upah.
Singapura memiliki sekitar 23.600 bisnis makanan di tahun lalu. Naik dari 216 yang hanya berkisar di 17.200.
Meski 3.047 restoran tutup tahun lalu, tetapi ada sekitar 3.800 usaha serupa yang baru berdiri.
(dhf/sfr)