ANALISIS

Mengukur Efek Rencana Purbaya Ambil Duit MBG Tak Terserap, Besarkah?

Sakti Darma Abhiyoso | CNN Indonesia
Selasa, 07 Okt 2025 08:06 WIB
Ekonom merespons positif rencana Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa mengambil uang MBG yang tak terserap dan mengalihkannya ke program lain. (CNN Indonesia/ Nattasya Vrazeti).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa berencana mengambil sisa anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tak terserap dan mengalokasikannya ke program lain yang  lebih siap.

Namun, ia harus menghadapi dilema dalam melaksanakan rencana itu.

Sang Bendahara Negara bahkan mendapatkan peringatan khusus dari Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. Mantan bos Purbaya di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu mengklaim serapan anggaran MBG sudah membaik dan karena itu tak perlu diotak atik lagi.

"Tadi kami pastikan juga bahwa penyerapan anggarannya (MBG) sekarang kelihatan sangat membaik, sehingga Menteri Keuangan (Purbaya Yudhi Sadewa) ndak perlu nanti ngambil-ngambil anggaran yang tidak terserap," kata Luhut dalam Konferensi Pers di Kantor DEN, Jakarta Pusat, Jumat (3/10).

Peringatan itu disampaikan Luhut usai dirinya menjamu Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana. Menurut badan tersebut, realisasi penyerapan anggaran mereka saat ini menyentuh Rp21,64 triliun alias 34 persen dari pagu Rp71 triliun.

Dadan bahkan mengklaim Badan Gizi Nasional bisa menyerap Rp10 triliun lagi berkat pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sepanjang Oktober 2025. Kalaupun Dadan benar, artinya masih ada anggaran MBG Rp40 triliun yang tersisa sampai akhir bulan ini dan harus terserap dalam dua bulan.

Jumlah Rp40 triliun tentu tidak kecil untuk diserap. Apalagi di saat yang sama MBG juga tersandung masalah. 

Banyak siswa penerima manfaat yang justru keracunan.

Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) lebih dari 10 ribu lebih anak jadi korban keracunan MBG per 4 Oktober.

Purbaya mengatakan Luhut boleh saja melihat pelaksanaan MBG berjalan bagus. Tapi tetap saja, pihaknya akan melihat perkembangan sampai akhir Oktober.

"Itu kan berarti Pak Luhut sudah mengakses penyerapan anggarannya (MBG), berarti dia nilai itu sudah bagus semua. Tapi kan kita melihat sampai akhir Oktober (2025), kalau tidak menyerap ya kita akan potong juga," tegas Purbaya di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (5/10).

Sedari awal Purbaya menjabat sebagai menteri keuangan per Senin (8/9), ia menaruh perhatian khusus pada serapan anggaran MBG yang lelet. Anak buah Presiden Prabowo Subianto itu bahkan memprediksi Rp71 triliun itu tidak akan terserap seluruhnya di 2025.

Menkeu Purbaya tak ingin ada uang negara yang menganggur. Ia menegaskan bakal menyebar anggaran MBG tak terserap itu ke pos-pos lain yang bermanfaat bagi masyarakat.

Sedangkan opsi lainnya adalah digunakan untuk menambal defisit alias mengurangi utang pemerintah.

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda sepakat dengan perhitungan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. Menurutnya, anggaran yang disiapkan untuk program MBG itu tidak akan terserap sepenuhnya pada tahun ini.

"BGN harus legowo untuk mengatakan bahwa tidak mampu. Jangan kemudian mereka memaksakan untuk mengucurkan dana, tapi tak mengindahkan aturan, kesiapan, dan sebagainya," tutur Huda kepada CNNIndonesia.com, Senin (6/10).

Huda juga menyoroti maraknya kasus keracunan makan bergizi belakangan ini. Ia melihat masalah tersebut terjadi setelah penyerapan anggaran BGN dikritik. Pada akhirnya, badan tersebut dianggap langsung jor-joran mengeluarkan duit.

Ia menegaskan seharusnya ada persiapan yang matang dalam menjalankan program prioritas Presiden Prabowo Subianto tersebut. Persiapan matang tersebut harapannya, meminimalisir terjadinya potensi keracunan massal sebagaimana marak belakangan ini. 

"Kalau memang tidak terserap, ya sudah dialihkan ke subsidi lainnya, seperti pemberian subsidi langsung dan sebagainya. Jangan mentang-mentang program prioritas, tidak perform, tapi main seenaknya," jelasnya.

"Uang itu bukan uang Prabowo, Luhut, atau BGN, itu uang rakyat yang harus dikeluarkan untuk kesejahteraan masyarakat!" tegas Huda.

Menurutnya, makan bergizi gratis lebih baik dimoratorium. Pemberhentian sementara program tersebut dilakukan sampai ada aturan tata kelola yang jelas, entah dalam bentuk peraturan presiden (perpres) atau sejenisnya.

Huda menekankan seharusnya Badan Gizi tak keberatan jika anggarannya diambil dan diberikan ke program subsidi lain. Sembari melakukan perbaikan tata kelola, pemerintah ia sarankan mengganti MBG dalam bentuk bantuan tunai kepada para penerima manfaat.

Sebaiknya anggaran MBG dialihkan untuk apa?

Ekonom Bright Institute Muhammad Andri Perdana menyarankan sisa anggaran MBG yang tak terserap lebih baik dihemat. Penggunaannya bisa untuk menutup defisit dan menekan utang pemerintah.

Andri menilai menghabiskan anggaran agar memenuhi target realisasi bukan langkah paling baik. Ia meyakini manfaat dari tidak memaksakan program MBG akan lebih besar ketimbang ngegas realisasi hingga 100 persen.

"Menghemat itu menurut saya lebih penting karena kondisi utang pemerintah saat ini tidak bisa dikatakan sustainable. Mengacu ke rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pasti pemerintah selalu mengatakan aman, tapi yang perlu kita ingat pemerintah tidak membayar utang dengan PDB, namun dari pendapatan atau utang baru," bebernya.

Menurut perhitungannya, utang pemerintah per 31 Agustus 2025 tembus Rp9.320 triliun. Ini diperoleh dari posisi utang 31 Desember 2024 sebesar Rp8.813 triliun plus realisasi pembiayaan utang hingga 31 Desember 2025 Rp463,7 triliun, lalu ditambah dampak pelemahan kurs sekitar Rp43 triliun.

Sang ekonom menyebut posisi utang Indonesia sudah melebihi 325 persen dari target pendapatan di 2025. Andri menegaskan hal tersebut jauh melampaui panduan Dana Moneter Internasional (IMF) yang merekomendasikan utang pemerintah tidak melebihi 90 persen-150 persen dari pendapatan.

"Kalau defisit ini tidak diperbaiki, pemerintah sebelum mau menambah program-program baru saja sudah disunat ruang fiskalnya karena harus membayar utang terlebih dahulu yang jumlahnya terus meningkat. Dan ruang fiskal itu akan semakin menyempit jika pemerintah terus enggan untuk mengarah ke manajemen fiskal yang lebih sustainable," jelas Andri.

Ia juga membedah beban bunga utang yang menggerogoti RAPBN 2026, yakni tembus Rp599,44 triliun dari target pendapatan Rp3.153,58 triliun.

Andri menyebut beban itu tembus 19 persen dari target penerimaan tahun depan. Jumlah itu diklaim melewati saran IMF agar beban bunga tak lebih dari 7 persen-10 persen dari pendapatan.

Akan tetapi, Andri menyayangkan sikap ekspansif dari Purbaya Yudhi Sadewa. Ia membandingkan kiprah Purbaya dengan menkeu sebelumnya, yakni Sri Mulyani.

Ia melihat Menkeu Purbaya bertindak ekspansif demi meningkatkan jumlah uang beredar. Di lain sisi, sang Bendahara Negara dianggap mengesampingkan dampak pelebaran defisit.

"Konsekuensinya, bisa jadi kalau pemerintahan Jokowi (Presiden ke-7 Joko Widodo) disebut sebagai 'raja ngutang' (jika dibandingkan dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang menurunkan rasio utang), maka pemerintahan Prabowo pasca-Purbaya ini bisa mengarah ke 'kaisar ngutang' yang lebih ugal-ugalan lagi manajemen fiskalnya," wanti-wanti Andri.

"Menurut saya, lebih baik program tersebut (MBG) dievaluasi dan direvisi tahun ini sehingga memerlukan anggaran yang lebih sedikit dengan target lebih realistis. Sehingga keperluan berutang menjadi berkurang, mengurangi beban utang kita untuk jangka panjang, atau bahkan mengurangi pemungutan pajak bagi kelas masyarakat yang sedang terhimpit ekonominya," tandasnya.

(agt)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK