Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memangkas durasi proses perizinan pembangunan proyek panas bumi (geothermal) dari sebelumnya bisa mencapai satu tahun menjadi hanya tiga bulan saja.
Langkah ini, kata Bahlil, merupakan bagian dari upaya mempercepat investasi energi baru terbarukan (EBT) dan menjawab tantangan global dalam mewujudkan transisi energi bersih.
"Panas bumi itu izinnya bisa sampai satu tahun, nggak selesai-selesai. Tapi sekarang kita sudah mulai ubah, cukup tiga bulan, sudah selesai. Tendernya pun nggak pakai lama-lama lagi," ujar Bahlil dalam acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) di JCC, Jumat (10/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menilai lambatnya proses perizinan selama ini menjadi hambatan utama investasi di sektor energi hijau. Karena itu, Kementerian ESDM kini menerapkan kebijakan deregulasi untuk mempercepat proyek-proyek strategis, terutama di bidang panas bumi, yang menjadi salah satu sumber energi terbarukan utama Indonesia.
Menurut Bahlil, kebijakan percepatan ini sejalan dengan tren global yang kini menempatkan energi hijau dan industri hijau (green energy dan green industry) sebagai dua isu utama dalam setiap forum ekonomi internasional.
"Kita tidak bisa lagi menunggu lama, karena hampir semua negara sekarang bergerak ke arah energi bersih. Produk-produk yang dihasilkan dari energi terbarukan punya nilai jual jauh lebih tinggi dibandingkan energi fosil," tegasnya.
Bahlil juga menegaskan bahwa energi fosil tidak akan bertahan lama, dan karena itu Indonesia harus segera beradaptasi dengan perkembangan global menuju energi bersih. Pemerintah, kata dia, telah menetapkan target net zero emission pada 2060, dan percepatan investasi panas bumi menjadi salah satu kunci pencapaiannya.
"Fosil ini tidak akan bertahan lama dan Indonesia berkomitmen untuk net zero emission 2060. Ini sesuatu yang harus dilakukan, bukan pilihan," katanya.
Ia menambahkan, reformasi regulasi ini diharapkan bisa menarik lebih banyak investor, baik domestik maupun asing, untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi panas bumi di berbagai wilayah Indonesia yang memiliki potensi besar, namun belum tergarap optimal.
Kementerian ESDM mencatat, Indonesia memiliki potensi panas bumi sekitar 500 MW, terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Cadangan energi itu tersebar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara.
"Target kami 2027, kami akan menghasilkan kurang lebih sekitar 500 MW daripada panas bumi," pungkasnya.
(ldy/agt)