Purbaya Ungkap Rahasia Soeharto Bisa Berkuasa Sampai 32 Tahun
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap rahasia Presiden ke-2 RI Soeharto bisa menjadi presiden selama 32 tahun.
Purbaya menyoroti kemampuan Soeharto menjaga stabilitas harga. Kemampuan itu, ucapnya, membuat Soeharto mampu bertahan lama di tampuk kekuasaan.
"Salah satu rahasia kenapa Pak Harto bisa bertahan 32 tahun adalah beliau bisa menjaga stabilitas harga beras, utamanya yang lain akan ikut harga beras," ujar Purbaya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Senin (20/10).
Ia menjelaskan pengendalian inflasi bukan sekadar urusan ekonomi, melainkan juga berkaitan erat dengan stabilitas sosial dan politik.
Menurutnya, daerah yang mampu menjaga harga tetap stabil cenderung memiliki tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap pemimpinnya.
"Inflasi ini amat penting sekali juga untuk meningkatkan popularitas pemimpin daerah. Kalau di daerah ini harganya enggak terkendali, pasti nanti ke depannya kalau ada pemilu enggak kembali lagi. Kalau Bapak-Ibu (kepala daerah) bisa menangani harga di daerah, hampir pasti bisa kepilih lagi tanpa embel-embel yang lain. Jadi perut masih merupakan alat politik utama di Indonesia," lanjutnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, inflasi nasional hingga September 2025 tercatat sebesar 2,65 persen, masih berada dalam rentang sasaran inflasi.
Dari 38 provinsi, 37 provinsi mengalami inflasi positif, sedangkan Maluku Utara mencatat deflasi ringan sebesar -0,2 persen. Sebanyak 25 provinsi kini berada dalam kisaran target nasional, menandakan pengendalian harga di daerah berjalan baik.
Inflasi di beberapa wilayah besar juga menunjukkan tren menurun, misalnya di Pulau Jawa rata-rata inflasi berada di kisaran 2,4-2,5 persen, di Kalimantan sekitar 2,2 persen, di Sulawesi 2,9 persen, dan di kawasan Bali-Nusa Tenggara 2,5 persen.
Daerah dengan inflasi tertinggi antara lain Sumatera Utara (5,3 persen), Riau (5,1 persen), dan Aceh (4,5 persen). Adapun inflasi terendah tercatat di Papua (1,0 persen), Maluku (1,0 persen), dan Maluku Utara minus 0,2 persen.
Menurut Purbaya, capaian ini menunjukkan keterjangkauan harga di seluruh wilayah semakin membaik. Hal itu didukung oleh kelancaran distribusi barang dan kerja sama perdagangan antardaerah.
"Daerah yang aktif membangun jaringan pasokan lintas wilayah, inflasinya jauh lebih stabil," ujarnya.
Ia juga menjelaskan alasan dibentuknya Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Keduanya dibentuk agar pemerintah tetap memiliki kendali terhadap stabilitas harga, terutama setelah bank sentral beroperasi secara independen dengan menerapkan inflation targeting regime.
"Bank sentral terpisahkan adalah inflation targeting regime. Jadi bunga dikendalikan sesuai dengan inflasi atau bunga untuk mengendalikan inflasi. Biasanya sih bunganya berapa persen dari inflasi," jelasnya.
Purbaya menambahkan jika inflasi dapat dijaga rendah, maka suku bunga acuan bisa turun dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kalau inflasi bisa terus-terusan 2,5 (persen), BI yang dipaksa pelan-pelan akan bisa dipaksa menurunkan bunga acuannya ke 3,5 (persen). Karena harusnya bunga pinjaman juga turun mungkin ke 7 (persen) atau lebih rendah lagi. Kalau itu yang terjadi, maka ekonomi kita bisa tumbuh lebih cepat lagi," katanya.
Meski inflasi nasional saat ini dalam kendali, Purbaya mengingatkan agar kewaspadaan tetap dijaga. Ia menilai tekanan harga pangan dan energi bisa muncul kapan saja, terutama menjelang akhir tahun atau musim tanam baru.
"Karena itu sinergi antara TPIP dan TPID harus terus diperkuat. Kita perlu kebijakan yang terukur dan responsif. Bukan hanya menjaga harga, tapi juga memastikan ketersediaan barang dan kelancaran distribusi," ucapnya.
Ia kemudian berpesan kepada para pemimpin daerah bahwa tugas utama pemerintah saat ini bukan sekadar menahan inflasi tetap rendah, tetapi juga menjaga stabilitas harga dan pasokan secara berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.
(del/dhf)