Kisah Dosen Ungkap JKN Ringankan Biaya Pengobatan Kesehatan Mental

BPJS Kesehatan | CNN Indonesia
Rabu, 22 Okt 2025 13:44 WIB
Foto: Arsip BPJS Kesehatan.
Jakarta, CNN Indonesia --

Bagi Febriani Priskila (35), atau akrab disapa Ebi, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bukan sekadar kartu layanan kesehatan. Dosen Psikologi di salah satu perguruan tinggi di Luwuk ini mengaku, JKN menjadi penyelamat dalam perjalanan panjangnya menghadapi gangguan kesehatan mental.

Sehari-hari ia aktif mengajar dan mendampingi mahasiswa dalam perkuliahan, sekaligus terlibat dalam sejumlah penelitian yang berkaitan dengan kesehatan mental. Di balik aktivitas akademiknya yang padat, Ebi memiliki cerita pribadi tentang perjuangannya menghadapi gangguan kesehatan mental.

Sejak 2014, Ebi terdaftar sebagai peserta mandiri JKN kelas satu. Ia didiagnosis mengalami gangguan bipolar dan harus rutin berkonsultasi dengan psikiater setiap bulan.

"Sudah sejak lama saya mengalami mental health issue ini. Setiap bulan saya harus ke psikiater untuk konsultasi dan meminta obat. Bisa dibilang sampai dengan saat ini saya sangat bergantung pada obat untuk mengatasi gangguan yang saya alami," cerita Ebi.

Kondisi ini membuat Ebi setiap harinya tidak bisa lepas dari obat-obatan yang diresepkan oleh psikiater.

Menurutnya, harga obat yang harus dikonsumsi tidaklah murah, bahkan bisa mencapai jutaan rupiah setiap bulannya. Namun, berkat kepesertaannya dalam JKN, biaya pengobatan tersebut sepenuhnya ditanggung dalam JKN.

"Saya setiap bulan harus mengambil obat ke psikiater, karena kondisi saya saat ini memang bergantung pada obat-obatan tersebut," tuturnya.

"Dengan adanya JKN, saya bisa menghemat jutaan rupiah hanya untuk biaya obat, belum termasuk layanan kesehatan lainnya. Semua layanan dan obat ditanggung, sehingga JKN benar-benar menjadi partner saya dalam berobat selama ini," ungkap Ebi.

Bagi Ebi, manfaat JKN bukan hanya soal keringanan biaya, tetapi juga rasa aman dan ketenangan batin. Ia tidak lagi dihantui kekhawatiran akan biaya pengobatan yang tinggi, sehingga dapat fokus menjalani aktivitas sebagai pengajar sekaligus menjaga kesehatannya.

Tidak hanya layanan kesehatan fisik, Program JKN juga menjamin pelayanan kesehatan jiwa sesuai indikasi medis.

Peserta dapat mengakses layanan tersebut mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama hingga rumah sakit rujukan, termasuk konsultasi dengan dokter spesialis jiwa, rawat inap, maupun terapi lanjutan. JKN terus berupaya memberikan perlindungan menyeluruh bagi kesehatan masyarakat, baik fisik maupun mental.

Ebi menuturkan, dukungan JKN telah membantunya melewati masa-masa sulit. Ia merasa bahwa keberadaan JKN ini merupakan bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap masyarakat, termasuk mereka yang memiliki masalah kesehatan mental.

"Kalau tidak ada JKN, mungkin saya sudah kewalahan menghadapi biaya berobat. Saya benar-benar bersyukur ada JKN ini, karena saya bisa tetap mendapatkan pelayanan kesehatan secara rutin tanpa harus memikirkan biaya yang besar," kata Ebi.

Terakhir, Ebi berharap JKN dapat terus berlanjut dan semakin ditingkatkan pelayanannya, terutama untuk dokter psikiater yang jumlahnya harus diperbanyak. Mengingat saat ini isu kesehatan mental yang semakin marak terutama untuk kalangan pekerja.

Ia juga berharap, masyarakat yang mengalami kondisi serupa dengannya tidak merasa sendirian dan bisa tetap mendapatkan akses kesehatan yang layak.

"Saya berharap JKN ini bisa terus ada, kalau bisa dokter psikiaternya dan fasilitasi yang bekerja sama diperbanyak lagi dan semakin baik untuk kualitas layanan sehingga semakin banyak masyarakat yang merasakan manfaatnya," ujarnya.

"Bagi saya, JKN bukan sekadar kartu, tetapi penyelamat dalam menjaga kesehatan," pungkasnya.

(ory/ory)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK