Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sampai terlibat adu argumen di publik dengan Purbaya. Orang nomor satu di Jabar itu bahkan merilis beberapa video pernyataan di Instagram @dedimulyadi71 hanya untuk membantah klaim pemerintah pusat.
Ia awalnya melakukan cross check ke Bank BJB, tempat di mana Pemda Jabar menyimpan kasnya selama ini. Dedi menegaskan tidak ada uang nganggur atau deposito Rp4,17 triliun selayaknya temuan Purbaya.
"Saya sudah cek (ke Bank BJB), tidak ada yang disimpan (Rp4,17 triliun) dalam bentuk deposito," kata Dedi dalam rilis resminya, Selasa (21/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kesannya pemerintah daerah dituding lebih banyak belanja aparatur daripada belanja publik, lalu memarkir dana untuk memperoleh sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa). Ini bisa merugikan daerah yang sebenarnya bekerja dengan baik," tegas Politikus Partai Gerindra itu.
Bahkan, Dedi menantang balik Purbaya untuk membuka data secara transparan agar tak menimbulkan opini negatif di masyarakat.
Purbaya pun balik merespons dengan menegaskan data uang pemda yang mengendap berasal dari data Bank Indonesia (BI). Oleh karena itu, Purbaya menyarankan Dedi mengecek langsung ke bank sentral. Ia khawatir Dedi Mulyadi selama ini dikibuli oleh para anak buahnya di Pemprov Jabar.
"Saya bukan pegawai Pemda Jabar. Kalau dia (Dedi Mulyadi) mau periksa, periksa saja sendiri. Itu data dari sistem monitoring BI yang dilaporkan oleh perbankan setiap hari, setiap berapa minggu sekali, seperti itu datanya," balas Purbaya ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi alias KDM akhirnya mendatangi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga BI pada Rabu (22/10) untuk mengecek temuan tersebut. Ia didampingi Sekretaris Daerah Jabar Herman Suryatman, di mana menurutnya uang pemda alias RKUD hanya Rp2,62 triliun di Bank BJB.
Herman juga menegaskan tidak ada simpanan selain di Bank BJB. Mendengar klaim tersebut, Dedi mengancam bakal memecat Herman jika data yang diungkapkan ternyata berbeda dengan milik BI.
"Ada gak duit Rp4,1 triliun yang deposito? Tidak ada. Yang ada adalah pelaporan keuangan di 30 September (2025), ada dana yang tersimpan di kas daerah dalam bentuk giro sebesar Rp3,8 triliun. Sisanya, dalam bentuk deposito BLUD. Jadi, uang yang diendapkan itu tidak ada karena uang yang Rp3,8 triliun hari ini sudah dipakai untuk bayar proyek, gaji pegawai, belanja perjalanan dinas, belanja bayar listrik, belanja bayar air, belanja para pegawai outsourcing," tuturnya dalam Instagram @dedimulyadi71 usai bertemu BI.
"Jadi, saya merasa gak enak nih. Soalnya, tadinya mau ada lowongan sekda, sekarang jadi tidak ada ... Tidak ada pengendapan atau penyimpanan uang pemerintah provinsi di dana deposito untuk diambil bunganya," tegas Dedi.
Terpisah, Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan pihaknya memperoleh data simpanan perbankan dari laporan yang disampaikan seluruh kantor bank. BI lalu melakukan verifikasi dan mengecek kelengkapan data yang disampaikan pihak bank. Kemudian, data tersebut dibuka kepada masyarakat.
"Bank menyampaikan data tersebut berdasarkan posisi akhir bulan dari bank pelapor," kata Denny dalam keterangan resmi, Rabu (22/10).
"Data posisi simpanan perbankan tersebut secara agregat dipublikasikan dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia di website Bank Indonesia," imbuhnya.
1. Provinsi DKI Jakarta - Rp14,68 triliun
2. Provinsi Jawa Timur - Rp6,84 triliun
3. Kota Banjarbaru - Rp5,17 triliun
4. Provinsi Kalimantan Utara - Rp4,71 triliun
5. Provinsi Jawa Barat - Rp4,17 triliun
6. Kabupaten Bojonegoro - Rp3,61 triliun
7. Kabupaten Kutai Barat - Rp3,21 triliun
8. Provinsi Sumatera Utara - Rp3,11 triliun
9. Kabupaten Kepulauan Talaud - Rp2,62 triliun
10. Kabupaten Mimika - Rp2,49 triliun
11. Kabupaten Badung - Rp2,27 triliun
12. Kabupaten Tanah Bumbu - Rp2,11 triliun
13. Provinsi Bangka Belitung - Rp2,10 triliun
14. Provinsi Jawa Tengah - Rp1,99 triliun
15. Kabupaten Balangan - Rp1,86 triliun.