Menanggapi konflik ini, Nusron mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat ke Pengadilan Negeri Kota Makassar untuk mempertanyakan proses eksekusi tersebut.
"Kami sudah kirim surat kepada Pengadilan Negeri di Kota Makassar bahwa intinya mempertanyakan proses eksekusi tersebut karena belum ada constatering," katanya.
Berdasarkan penelusuran Kementerian ATR/BPN, bidang tanah yang kini menjadi objek sengketa ternyata memiliki dua dasar hak yang berbeda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, terdapat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Makassar pada 8 Juli 1996 dan berlaku hingga 24 September 2036.
Kedua, di atas lahan yang sama juga terdapat Hak Pengelolaan (HPL) atas nama PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, yang berasal dari kebijakan Pemerintah Daerah Gowa dan Makassar sejak tahun 1990-an.
Selain kedua dasar hak tersebut, sengketa ini juga berkaitan dengan gugatan dari Mulyono serta putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Makassar dalam perkara antara GMTD melawan Manyombalang Dg. Solong, di mana GMTD dinyatakan sebagai pihak yang menang.
Ia menegaskan Kementerian ATR/BPN tidak berpihak kepada siapa pun, baik PT Hadji Kalla, PT GMTD (Lippo), Mulyono, maupun Manyombalang Dg. Solong.
"Kami berdiri di atas hukum, bukan di atas kepentingan siapa pun. Fokus kami membenahi sistem agar ke depan setiap hak atas tanah berdiri di atas kepastian hukum," tutup Nusron.
Nusron menyampaikan secara hukum, putusan tersebut hanya mengikat para pihak yang berperkara dan ahli warisnya.
Dengan demikian, tidak otomatis berlaku terhadap pihak lain di lokasi yang sama. Namun, ia menegaskan fakta hukum juga menunjukkan PT Hadji Kalla memiliki hak atas dasar penerbitan yang berbeda.
"Fakta hukum menunjukkan bahwa di lahan itu terdapat beberapa dasar hak dan subjek hukum berbeda. Karena itu, penyelesaiannya harus berdasarkan data dan proses administrasi yang cermat, bukan dengan mengeneralisasi satu putusan," ucap Nusron.
Menurutnya, eksekusi di lapangan merupakan kewenangan Pengadilan Negeri Makassar sesuai dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Kementerian ATR/BPN menjalankan fungsi administratif berdasarkan data pertanahan yang sah.
Lihat Juga : |
Sementara itu, CEO Lippo Group James Riady membantah pihaknya terlibat dalam sengketa tanah di Makassar yang membuat JK kesal.
"Tanah itu bukan punya Lippo. Jadi enggak ada kaitannya dengan Lippo. Jadi kita enggak ada komentar," ujar James di kantor Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Senin (10/11).
Meski begitu, James mengakui perusahaannya adalah salah satu pemilik saham PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) yang menjadi salah satu pihak yang mengklaim mempunyai hak atas lahan sengketa itu.
"Lahan itu adalah kepemilikan dari perusahaan pemda di daerah yang namanya PT GMTD di mana adalah perusahaan terbuka, di mana Lippo adalah salah satu pemegang saham," tambahnya.
PT GMTD sendiri merupakan anak usaha PT Lippo Karawaci Tbk. Berdasarkan laporan keuangan kuartal II 2025, emiten berkode LPKR itu memiliki 57,7 persen saham PT GMTD secara tidak langsung.
Lippo Karawaci juga tercatat memiliki 100 persen saham PT Makassar Permata Sulawesi yang secara langsung mengempit 32,5 persen saham PT GMTD.
(fln/sfr)