Ahli Gizi Respons Wacana BGN Rekrut Tenaga Non-Gizi di Dapur MBG
Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Doddy Izwardy merespons rencana Badan Gizi Nasional (BGN) memperluas rekrutmen tenaga pengawas gizi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur umum Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada lulusan non-gizi.
Menurut Doddy, kebijakan tersebut muncul sebelum kerja sama formal antara BGN dan Persagi sehingga berisiko memengaruhi mutu layanan gizi di SPPG.
"Oh, itu karena belum ada MoU (nota kesepahaman) dengan kita. Ya, artinya kan kami sampaikan artinya kepada BGN untuk kita men-support, mencari ahli gizi, membantu mereka untuk pemenuhan (gizi)," kata Doddy di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Rabu (19/11).
Ia menegaskan penyusunan menu gizi bukan sekadar menyiapkan makanan, melainkan soal perhitungan komposisi zat gizi, penentuan bahan pengganti, dan pemenuhan kebutuhan gizi penerima manfaat.
Lihat Juga : |
Doddy menilai perubahan kebijakan yang memperpendek pendidikan dan pelatihan bagi tenaga non-gizi memerlukan revisi peraturan presiden (perpres), dan bila tidak tepat dapat berdampak serius.
"Sampai yang menjamin nanti akhirnya penerima manfaatnya obesitas. Ya kan?" ujarnya.
Ia menekankan ahli gizi di SPPG harus berani menegakkan standar gizi dan profesionalisme dalam setiap penyusunan menu.
Ia mencontohkan pentingnya kemampuan teknis yang hanya dimiliki ahli gizi berpendidikan formal.
"Kan harus ahlinya. Sekolah dulu. Saya aja ke sekolah dulu," ujar Doddy.
Menurutnya, pelatihan singkat seperti tiga bulan tidak akan cukup untuk menyiapkan tenaga yang memahami risiko kesehatan, terutama bagi kelompok rentan, seperti anak-anak dan ibu hamil.
Keahlian profesional dibutuhkan untuk memastikan komposisi makanan sesuai angka kecukupan gizi, menghindari risiko penyakit tidak menular, dan menjaga kualitas layanan MBG secara menyeluruh.
Wacana perekrutan tenaga non-gizi muncul setelah Kepala BGN Dadan Hindayana menyatakan jumlah sarjana gizi belum mencukupi untuk program MBG. Dadan menyebut prioritas awal tetap sarjana gizi, tapi untuk mengisi kekosongan, BGN mempertimbangkan lulusan kesehatan masyarakat, teknologi pangan, dan bidang lain yang memiliki pengetahuan dasar gizi.
Pernyataan itu memicu perdebatan publik karena dianggap mengurangi standar kompetensi tenaga ahli di dapur MBG.
(del/dhf)