KDM Desak Reformasi Pajak RI, Soroti Gap Penerimaan Jabar dengan DKI

CNN Indonesia
Kamis, 11 Des 2025 17:31 WIB
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi (KDM) mendesak pemerintah pusat segera melakukan reformasi menyeluruh dalam perhitungan dan distribusi penerimaan pajak nasional.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi (KDM) mendesak pemerintah pusat segera melakukan reformasi menyeluruh dalam perhitungan dan distribusi penerimaan pajak nasional. (ANTARA FOTO/SULTHONY HASANUDDIN).
Jakarta, CNN Indonesia --

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) mendesak pemerintah pusat segera melakukan reformasi menyeluruh dalam perhitungan dan distribusi penerimaan pajak nasional.

Dedi menilai sistem sentralistik saat ini menciptakan ketimpangan besar, terutama antara daerah industri seperti Jawa Barat dan DKI Jakarta yang menjadi lokasi kantor pusat perusahaan.

Menurut Dedi, sentralisasi pajak membuat beban lingkungan dan infrastruktur sepenuhnya ditanggung daerah penghasil, sementara penerimaan negara justru mengalir ke wilayah tempat kantor pusat perusahaan berdiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Problem kita ini adalah sentralisasi. Saya berikan contoh, pabrik di Jawa Barat itu banyak banget, loh. Kawasan industrinya terhampar. Banjirnya kami yang terima. Pencemaran lingkungan kami yang terima. Mobil-mobil gede yang lewat tiap hari yang menghancurkan jalan kabupaten, jalan provinsi, kami yang harus memperbaiki," ujar Dedi di Bandung, Rabu (10/12), melansir Antara.

Ia menegaskan meskipun Jawa Barat menampung ribuan industri serta menanggung dampak operasionalnya, sebagian besar perusahaan memiliki kantor pusat di Jakarta.

Akibatnya, penerimaan bagi hasil pajak untuk Jawa Barat hanya sekitar Rp140 triliun, jauh tertinggal dari Jakarta yang dapat mengumpulkan lebih dari Rp1.000 triliun.

Dedi menyebut ketimpangan itu sebagai bukti ketidakadilan fiskal yang harus segera dibenahi. Ia menekankan pembangunan negara harus berpijak pada sistem yang adil dan tidak menempatkan beban berlebih pada daerah penghasil.

Karena itu, ia mendesak reformasi dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), agar tidak lagi didasarkan pada lokasi kantor pusat perusahaan.

"Keinginannya apa? Keinginannya adalah pemerintah pusat didorong. Agar ya kalau bayar pajak dihitung di mana tempat usahanya berada, bukan tempat di mana kantornya berada. Kenapa? Karena yang problem itu luasan areal sawit yang luas, pertambangan yang luas, kemudian industri yang luas," katanya.

Menurut dia, lokasi usaha riil, mulai dari perkebunan, pertambangan, hingga industri, adalah wilayah yang merasakan dampak ekonomi dan beban lingkungan, sehingga semestinya menjadi dasar perhitungan pajak.

Tak hanya itu, Dedi juga mengusulkan agar bagi hasil pajak dialirkan langsung hingga ke tingkat desa untuk memperkuat kemandirian fiskal di level paling dasar.

"Pajak, ada PPh, ada PPN. Pabriknya di mana itu PPh? PPN-nya di mana? Di situ ada desa. Desa, enggak, desa, bagaimana, kasih aja bagi hasil desa ini misalnya tiga persen. Dari tiga persen itu, desa itu pembangunannya lima tahun tuh selesai," ucapnya.

Ia menambahkan jika pemerintah menerapkan pola pembagian pajak yang lebih adil, daerah akan memiliki kecukupan fiskal tanpa harus bergantung pada anggaran pusat.

Dengan demikian, pemerintah pusat tidak lagi perlu mengalokasikan dana desa untuk penopang pembangunan dasar.

[Gambas:Video CNN]

(del/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER