Jakarta, CNN Indonesia -- Retailer pakaian Spanyol Zara tersandung masalah. Mereka yang berdiri sejak 1975 itu meminta maaf karena menjual kaus bergaris dengan bantalan bintang kuning.
T-shirt tersebut dikecam karena mirip dengan seragam yang dikenakan penghuni kamp konsentrasi Yahudi.
Pihak Zara mengatakan garmen tersebut diiklankan secara
online sebagai
T-shirt seperti yang dipakai
sheriff atau kepala polisi di Amerika. Merek yang berdiri sejak 1975 mengatakan simbol bintang itu memang terinspirasi dari bintang yang dikenakan kepala polisi di film-film klasik barat.
"Kami sungguh-sungguh meminta maaf," kata pihak Zara lewat akun twitter-nya menanggapi berbagai kicauan berisi amukan publik. Item fesyen yang dianggap menyinggung itu ditarik dari toko Zara dan jejaringnya. Siaran pers langsung dikeluarkan oleh induk perusahaan Zara, Inditex.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Barang fesyen tersebut dijual hanya untuk beberapa jam, sebelum akhirnya perusahaan menariknya karena potensi kemiripan dengan Star of David, simbol identitas Yahudi.
Penjualan kaus yang dikecam dan produk sisanya itu akan dihancurkan. "Inditex ingin menyampaikan hormat untuk semua budaya dan agama. Grup ini perusahaan dimana orang-orang dari 180 negara bekerja sama mewakili semua budaya, ras, dan agama dari dunia modern," kata pihak Inditex, seperti dikutip dari situs CNN.com.
Inditex bangga dengan keragaman budayanya. Sebagai tambahan, sifat hormat dan martabat menjadi sifat yang membimbing dan menentukan nilai perusahaan. Grup tersebut mengutuk dan menolak segala bentuk diskriminasi.
Ini bukan pertama kali Zara terlibat masalah akibat menggunakan citra kontroversial, menurut World Jewish Congress. Retailer fesyen ini menarik lini tas tangannya pada 2007 dari toko di Inggris setelah beberapa orang mengatakan desainnya menampilkan simbol swastika Nazi.
Liga Anti-Penistaan mengatakan mereka menyambut baik penghapusan kaos yang disebut "sangat ofensif" itu.
"Baju yang dihiasi bintang kuning itu punya selera buruk dan sangat menyinggung orang-orang Yahudi dan korban Holocaust. Siapapun yang mengetahui sejarah mereka, citra semacam ini harus dilarang," kata kelompok tersebut.
"Ini bukan pertama kali kami melihat perusahaan pakaian ritel membuat kesalahan ofensif yang sama. Kenyataan hal seperti itu terus terjadi menunjukkan ada kebutuhan serius terhadap pendidikan Holocaust dan sejarah antisemitisme."