Jakarta, CNN Indonesia -- Ajang Lelang Kopi Spesialti Indonesia (LKSI) ke-3 yang akan berlangsung tanggal 8-10 Oktober mendatang diyakini Irvan Helmi, ketua penyelenggara akan jadi ajang menarik persaingan kualitas antar para petani kopi.
“Salah satunya karena untuk kali ini semakin banyak petani muda yang ikut serta,” kata Irvan. Banyak pula daerah baru dengan jenis cita rasa kopi yang sangat berbeda juga muncul menyerahkan sampel kopinya.
“Bayangkan kita punya kopi yang dibawa oleh petani dari pedalaman Lombok. Ini benar-benar new comer kita. Buat jenis kopi, kita paling beragam. Tapi untuk ekspor kita masih kalah dengan Brasil, Kolombia dan Vietnam,” kata Irvan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk bisa mengikuti lelang, Irvan menyebut tiap petani setidaknya punya stok kopi maksimum 1,5 ton dan minimum 0,5 kilogram.
Tahun ini dari 144 sampel yang masuk ke panitia, sampel terdiri dari 105 Arabika, 22 Luwak dan 17 Robusta.
Irvan menyebut 13 daerah yang mengirimkan sampel yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Bengkulu Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Lombok, Flores, Toraja, Enrekang dan Papua Wamena.
Salah satu jenis kopi yang unik dan bakal dilelang pada ajang tahun ini adalah kopi Yellow Catura dari Manggarai, Ruteng Flores.
“Uniknya kopi ini saat matang warnanya kuning atau oranye bukan merah. Dalam Q Grade, kopi ini mencapai nilai 84,57, padahal angka untuk kopi berkualitas rata-rata 80,” kata Mira Yudhawati salah satu pemeringkat kopi pada ajang ini.
Kopi jenis Yellow Catura ini dikumpulkan dari empat desa yaitu Desa Rentenao, Wejengnali, Uluwae dan Colol.
Para petani harus berjalan sejauh 10 mil untuk mengumpulkan biji kopinya. Sejumlah desa ini berjarah lima jam dari daerah wisata Labuan Bajo yang merupakan pelabuhan untuk menyeberang ke Surabaya.
Pohon kopi Yellow Catura sudah berusia 24 tahun, ditanam di ketinggian 1500 meter diatas permukaan laut. Pemiliknya adalah Asosiasi Petani Kopi Manggarai Raya (Asnikom).
Ini bukan pertama kali petani Manggarai mengikuti lelang. Pada tahun 2010, di Bali, mereka sudah mengirimkan sampel, namun saat itu mereka belum mendapatkan pembeli sama sekali karena mutu kopi yang kurang baik. Padahal mereka mematok harga hanya Rp 28 ribu per kilogram.
Tahun 2012 mereka mencoba mengikuti lelang kopi lagi setelah memperbaiki mutu kopi dengan pelatihan dan pengembangan mutu. Hasilnya kopi mereka terlelang dengan harga US$8 per kilogram atau sekitar Rp 93 ribu.
***
Ada pula kisah kopi dari Padang Solok. Berlokasi di Tanjung nan Ampek, Gunung Talang, Solok, Sumatera Barat. Empat jam dari Padang. Kopi Padang Solok baru panen untuk yang ke-5 kalinya. Dihasilkan kelompok petani Solok, Radjo Kopi. Ini adalah untuk pertama kalinya kopi Solok diperkenalkan di lelang kopi.
Sementara kopi Lombok, seperti yang diceritakan Irvan ditanam di Gunung Rinjani, Lombok dengan ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut. Kopi ini merupakan panen pertama milik Kelompok Tani Sembalum Lombok Kopi.
Demikian pula kopi Benteng Alla dari Benteng Alla Utara, Enrekang, Sulawesi Selatan. Juga pertama kali mengikuti lelang. “Padahal kopi ini sudah sering diekspor ke Australia. Selama ini ketenaran kopi Enrekang dibayangi kepopuleran Kopi Toraja,” kata Irvan.