WISATA MANCANEGARA

Mengejar Geisha ke Kyoto

CNN Indonesia
Senin, 01 Sep 2014 12:51 WIB
Sebelum bergabung dengan kumpulan turis di Gion, Kyoto dan berharap dapat memotret seorang geisha beberapa hal ini patut diketahui.
Jakarta, CNN Indonesia -- Sore itu hampir pukul enam sore, musim panas yang hangat di Jalan Hanami-Koji, wilayah Gion yang sarat sejarah.    

Lusinan bahkan lebih wisatawan memegang kamera, berbaris di sisi-sisi jalan bebatuan menunggu momen ajaib. Lalu yang ditunggu pun terjadi. Seorang geisha magang muncul dari taksi terdekat.

Kerumunan turis menghampiri, malu-malu awalnya. Seperti kumpulan fotografer satwa liar di safari yang tidak ingin menakuti objeknya, semua ambil posisi terbaik untuk gambar sempurna.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bibir merahnya yang terang membentuk senyum kecil saat turis menekan tombol kamera dari ponsel pintar mereka. Namun, dia tak berhenti, malah berjalan dengan anggun ke dalam rumah teh terdekat.   

Kerumunan itu senang, lalu menandai item daftar yang harus dilihat di Kyoto. Adegan seperti itu terjadi setiap malam di Gion, kota dengan deretan machiya atau rumah kayu tradisional.

***

Meskipun geisha dapat ditemukan di seluruh Jepang, bekas ibukota Kekaisaran Kyoto (794-1869) ini dianggap sebagai tempat kelahiran budaya geisha.

Bertentangan dengan mitos buruknya, geisha atau ‘geiko’ begitu cara menyebut mereka dalam dialek Kyoto, sebenarnya adalah penghibur profesional, dipekerjakan untuk memberi persembahan dan berinteraksi dengan tamu saat makan malam dan acara lainnya.
 
Tapi sebelum bergabung dengan kumpulan turis di Gion dan berharap dapat memotret seorang geiko atau maiko sebutan untuk geisha magang ketika mereka berangkat kerja ada beberapa hal patut diketahui.

1. Aturan tidak tertulis untuk memotret geisha

Avi Lugasi adalah pendiri dan direktur Windows to Japan, perusahaan perjalanan kelas atas yang berbasis di Tokyo. Fan berat geisha itu fasih berbahasa Jepang dan menjadi penduduk Kyoto selama hampir 20 tahun.

Avi mengatakan, "Secara umum permainan ini dinamakan paparazi." Harus diingat, geisha yang dilihat para wisatawan biasanya mereka yang dalam perjalanan untuk bekerja, tidak dibayar oleh dewan pariwisata sebagai maskot lokal.

"Geisha menyadari, mereka adalah aspek khusus dan unik budaya Jepang, subjek perhatian, jadi sudah jadi bagian kehidupan mereka. Namun, orang-orang harus menghormati mereka juga."

Ini artinya turis tidak boleh menghalangi jalan dengan berdiri di depan saat mereka berjalan. "Ambil foto dari samping atau belakang, tetapi biarkan jalan mereka terbuka," kata Lugasi.
 
Kiku, yang berarti bunga krisan dalam bahasa Jepang, telah menjadi geisha selama sepuluh tahun. Dia bercerita kepada CNN, seperti dikutip pada Senin (1/9), dia mengerti minat wisatawan terhadap geisha. Namun, semua perhatian itu kadang  menyusahkan karena geisha hanya manusia bukan objek," katanya.

Dia mengatakan, sebaiknya orang bertanya apakah mereka dapat mengambil foto, bukan menjadi gila dengan mengejar geisha seperti yang sering terjadi padanya.

"Kami sangat ingin privasi kami dihormati dengan tidak memfoto kami saat sedang berjalan dengan tamu atau dalam perjalanan bekerja.

2. Waktu adalah segalanya

Kebanyakan para geiko yang tinggal di Kyoto hanamachi (lingkungan tempat geisha tinggal) berangkat sekitar pukul 5.45 sore untuk bekerja malam. Itu merupakan waktu terbaik melihat para geisha.   

"Untuk hasil foto yang baik, kita harus melihat latar belakang di balik geisha," kata Lugasi yang gemar memotret geisha. Gion yang berisi bangunan tradisional machiya, adalah tempat terpopuler untuk memotret geisha di Jepang.

Ada dua hanamachi, Gion Higashi dan Gion Kobu. Dua lokasi itu adalah yang terbesar dan paling populer diantara lima area geiko di Kyoto. Sisanya adalah Kamishichiken, Pontocho dan Miyagawacho.

3. Perbedaan terletak dalam rincian

Semua geisha mengikuti sekolah khusus sepanjang karier mereka. Di sana mereka melalui pelatihan ketat dalam seni tradisional Jepang, seperti upacara minum teh, merangkai bunga, dan mempelajari berbagai alat musik.

Seorang maiko geisha magang perlu belajar setidaknya selama lima tahun sebelum dia dianggap terampil dan cukup dewasa menjadi geiko seutuhnya. Lalu bagaimana cara membedakannya?

"Ada dua cara mudah membedakan antara maiko dan geisha," kata Lugasi. Maiko memiliki riasan seperti bunga di rambutnya, sementara geiko tidak.

"Dari belakang, obi (sabuk kimono) maiko berbentuk panjang dan membentang turun hampir menyentuh lantai, sementara obi geiko dilipat menjadi bentuk persegi di punggung.  

Lugasi menambahkan, maiko kadang memakai sandal kayu berhak tebal atau okobo sedangkan geiko selalu memakai sandal datar yang disebut zori.    

4. Tidak apa-apa berpakaian seperti geisha

Pada saat kunjungan ke hutan bambu Sagano Kyoto beberapa perempuan terlihat berjalan dengan kimono, beberapa bahkan berias wajah sangat tebal.

Beberapa studio foto di Kyoto bahkan memberikan layanan rias wajah ala geisha dan maiko. Juga rencana dengan fotografer mengikuti mereka melewati jalan-jalan di Gion membuat beberapa foto glamor.     

5. Anda tidak bisa menipu penduduk setempat

Beberapa pemandu wisata dan pegawai hotel di Kyoto bercerita, betapa senangnya wisatawan bertemu geisha yang ramah di jalan. Mereka tidak tahu kalau geisha tersebut tak lain turis berkostum dari Hongkong, Tokyo, atau Taiwan.

Lugasi mengatakan jika bertemu geisha atau maiko yang terlalu ramah berpose di jalan, kemungkinan besar mereka bukan geisha asli.

"Kalau berada di area Kiyomizu dan berjalan-jalan di sekitarnya, mungkin dia geisha ‘studio’. 'Geisha sehari' biasanya berjalan-jalan, mendapat banyak jepretan foto, dan bersedia berhenti untuk diambil gambar.  

"Geisha sejati tidak akan melakukan hal tersebut. Saat geisha berdandan, mereka pergi untuk bekerja atau dalam perjalanan pulang, mereka tidak punya waktu luang."

Kualitas riasan putih wajah juga indikator keaslian geisha. Wajah seorang geisha sejati riasannya akan sempurna dan halus.    

6. Lupakan ‘memoirs’ itu

Gion dijadikan lokasi pengambilan gambar terbanyak di film Memoirs of a Geisha, novel dan film populer yang menghidupkan kembali budaya geisha. Tak mengherankan jika begitu banyak wisatawan ingin mengunjungi daerah tersebut.  

Namun, Kiku geisha dari Kyoto mengatakan, kehidupan nyata geisha tidak seperti yang tergambar di layar.

"Itu adalah fiksi lengkap dan hiburan ala Hollywood yang sama sekali tidak mewakili geisha. Film itu membuat hidup kami lebih sulit karena banyak orang datang dengan kesalahpahaman, kami perlu menjelaskan dunia kami tidak seperti yang mereka saksikan di film."

7. Jika semua cara gagal, keluarkan uang tunai

Cara lama bertemu dengan geisha adalah masuk ke Ochaya atau rumah teh. Tidak murah memang, tapi Anda bisa mendapatkan pengalaman autentik bersama geiko

Biasanya, akses mendapatkan pengalaman kelas atas bersama geisha di rumah-rumah teh (ruang perjamuan) hanya diperoleh melalui koneksi.  

Tapi mereka yang bersedia membayar tunai, biasanya mulai dari 100.000 yen (sekitar US$ 1000 atau sekitar Rp 11 juta) akan diizinkan masuk.

Ichiriki Ochaya telah ada sejak 300 tahun lalu. Tempat itu dikenal dapat membawa geisha papan atas di Kyoto, salah satu tempat paling menantang untuk disinggahi.

"Pengalaman paling umum ditemui adalah pertemuan pribadi dan makan malam. Selama 90 menit sampai dua jam para tamu akan ditemani geisha, melihat tarian, dan bertanya langsung tentang hidupnya, seni kesukaannya, juga berfoto bersama dan bermain permainan khas geisha," kata Lugasi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER