Jakarta, CNN Indonesia -- Senyawa sulforaphane yang berasal dari kecambah brokoli membantu memperbaiki gejala autisme.
Penelitian yang diterbitkan pada 13 Oktober lalu dalam jurnal Proceeding of National Academy of Sciences tersebut mengamati 40 anak laki-laki dan laki-laki dengan autisme, yang berusia antara 13 dan 27.
Selama 18 minggu, 26 peserta menerima antara 9 dan 27 miligram sulforaphane harian berdasarkan berat tubuh mereka. Sisanya 14 peserta menerima plasebo (sebuah pengobatan yang tidak berdampak atau penanganan palsu yang bertujuan untuk mengontrol efek dari pengharapan).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami percaya studi ini dapat menjadi bukti awal pengobatan pertama autisme, yang memperbaiki gejala dengan mengoreksi masalah mendasar yang berhubungan dengan sel," kata penulis studi Paul Talalay, profesor farmakologi dan ilmu molekuler di Johns Hopkins University di Baltimorem, dalam sebuah pernyataan.
Seperti dilaporkan dalam laman Live Science, perawat dan dokter menilai individu dengan ciri-ciri autisme sebelum percobaan. Dua skala standar yang digunakan adalah komunikasi verbal dan interaksi sosial.
Pada akhir penelitian, nilai autisme rata-rata peserta yang menerima sulforaphane menurun sebesar 34 persen, dan 17 persen pada skala lainnya. Para peserta menunjukkan perbaikan dalam perilaku, seperti serangan amarah lebih sedikit, penurunan gerakan repetitif, serta berkurangnya masalah komunikasi dan motivasi.
Mereka yang mengambil plasebo mengalami 'perubahan minimal' atau perubahan kurang dari 3,3 persen, berdasarkan skala penilaian.
Keluarga, teman, dan staf medis melaporkan perubahan perilaku pada setengah peserta yang mengambil sulforaphane. Pengamat menduga bahwa peserta itu mengambil ekstrak brokoli, bukan plasebo, kata penulis studi Andrew Zimmerman, yang kini menjadi profesor neurologi pediatrik di UMass Memorial Medical Center di Worcester, Massachusetts.
Sementara tanggapan positif juga diberikan orang tua. Mereka mengatakan, peserta menjadi lebih tenang dan lebih berinteraksi sosial, sedangkan para staf medis mengatakan gejala autis pada individu jauh lebih baik.
Gejala positif lainnya juga dilaporkan para peneliti. Beberapa peserta yang mengambil sulforaphane dapat menatap mata peneliti dan berjabat tangan dengan mereka.
Tidak menunjukkan perbaikanEmpat peserta yang memakai sulforaphane menunjukan peningkatan sesuai skala penelitian tersebut. Namun, baik orang tua ataupun peneliti tidak menduga orang-orang tersebut berada dalam kelompok yang mengonsumsi obat ekstrak brokoli.
"Bukan berarti sulforaphane adalah 'obat', tapi dia dapat memperbaiki gejala autisme," kata Zimmerman.
"Penting dicatat, perbaikan tersebut tidak memengaruhi semua orang. Sekitar sepertiga partisipan tidak menunjukkan perbaikan. Penelitian harus dilanjutkan dalam kelompok lebih besar dari partisipan orang dewasa dan anak-anak," Zimmerman mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Bagaimana cara kerjanya?Penyebab autisme masih tidak jelas. Namun, para peneliti terus mengamati kelainan biokimia tertentu yang sering hadir dalam sel-sel orang dengan autisme.
Misalnya, orang dengan autisme sering memiliki tingkat stres oksidatif, yakni ketidakseimbangan dalam sel yang dapat menyebabkan masalah peradangan dan kerusakan DNA.
Penelitian sebelumnya menunjukkan, sulforaphane membantu meningkatkan pertahanan tubuh terhadap stres oksidatif. Senyawa ini juga dapat memperkuat apa yang disebut 'respon peredam panas', yang mampu melindungi sel dari stres karena suhu tinggi. Respon peredam panas terjadi, misalnya, ketika seseorang mengalami demam.
Sulforaphane mungkin tidak bekerja untuk semua orang dalam penelitian. Alasannya, penyebab autisme bervariasi pada pasien yang berbeda, sehingga pengobatan yang diberikan berkhasiat untuk satu pasien tetapi tidak pada pasien lain, kata Dr Thomas Frazier, direktur Cleveland Clinic Autism School di Ohio.
"Ini hanya contoh bahwa ada subkelompok autisme berbeda," kata kata Frazier.