Jakarta, CNN Indonesia -- Berkemeja putih dengan lengan panjang digulung Jokowi blusukan ke Waduk Pluit memantau pengerukan lumpur. Ke mana pun ia melakukan tugas lapangan kemeja putih adalah ciri busananya. Ada 12 helai jumlah kemeja putih Jokowi.
Baju putih sebanyak itu bisa berganti tiga kali dalam sehari. Terutama saat aktivitas di luar kantor padat. Celana hitam menjadi paduan kemeja putih Sang Gubernur kala itu.
Tukang jahit langganannya di Solo yang menjahitkan celana gelap itu. Sementara bahannya dibelikan oleh Iriana istrinya di Pasar Klewer. Sempat Jokowi bercerita kepada para wartawan bahwa kemeja putih dan celana hitam itu harganya Rp 80 ribuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pagi ini Joko Widodo akan dilantik sebagai Presiden ke-7 Republik Indonesia bersama dengan wakilnya Jusuf Kalla. Setelah jabatan orang nomor satu di republik ini berada di pundaknya, masih pantaskah Joko Widodo, lelaki sederhana yang gemar blusukan itu tampil hanya dengan mengenakan kemeja putih dan sepatu olahraga?
Kritikus mode Sonny Muchlison mengatakan, kedekatan Jokowi dengan rakyat tampak dari cara berpakaiannya. Namun, kemeja putih yang jadi ciri khas Jokowi selama ini bisa sangat membahayakan.
“Seharusnya beliau memakai baju yang berkharisma,” kata Sonny, saat ditemui CNN Indonesia di kediamannya di kawasan Bintaro, belum lama ini.
“Saat memakai jas yang komplet dia jadi ganteng, pada saat debat kandidat presiden itu salah satu contoh.” Mengenakan jas pun tak sembarangan. Harus benar-benar diukur karena menurut Sonny itu yang disebut
tailoring. “
Measured by body. Tidak boleh beli langsung dipakai,” kata Sonny melanjutkan.
Ukuran jas harus pas betul. Tidak boleh kelebihan ukuran sedikit saja karena akan tidak nyaman dikenakan. “Jas seorang presiden harus memiliki
pride dan
dignity, serta harus memiliki identitas.”
Menyoal dandanan, orang bertubuh kurus seperti Jokowi justru menurut Sonny lebih mudah. “Jokowi masih memiliki garis pinggang,” katanya. Momen pelantikan Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta adalah buktinya.
Lelaki berusia 53 tahun itu diambil sumpahnya sebagai gubernur DKI mengenakan jas putih. Dalam balutan baju semi militer tersebut terpancar aura kegagahan Jokowi. Badan kurus tidak jadi soal, justru bisa lebih ramping saat mengenakan busana formal.
Satu hal yang melekat dari para pemimpin bangsa ini sejak dahulu adalah peci. Bung Karno mengenakan peci sebagai identitas bangsa. Apakah Presiden RI ke-7 akan meneruskan tradisi tersebut?
Bagi Sonny seandainya Jokowi tidak terlalu sering memakai peci dan lebih tampil dengan gaya global pun bukan masalah. Hanya saja, jika ingin menampilkan aura internasional, maka Presiden dan Wakil Presiden RI harus memberikan tampilan internasional yang menyeluruh agar tidak jadi sebuah perdebatan.
Jokowi sekarang tidak boleh lagi sembarangan bertindak-tanduk. Semua hal mengenai dirinya harus berdasarkan konsep. Termasuk soal penampilan.
Sonny mengatakan, sudah saatnya presiden RI memerlukan konsultan untuk memberikan penampilan terbaik ketika tampil di hadapan rakyat atau pun saat lawatan ke luar negeri.
“Jangan mengatasnamakan rakyat, ya sudahlah baju seperti ini kan lebih dekat dengan rakyat.
No. It's not the way,” ujar Sonny.
Pemimpin dunia dan busana khas merekaAda cerita menarik yang luput dari perhatian publik soal Soekarno. Ini soal ketertarikan presiden pertama Republik Indonesia tersebut pada busana. Saat ada wartawan atau kawan berpakaian kurang rapi, seperti memakai dasi miring, Bung Karno tak segan langsung membetulkannya.
Soal kerapian dan keserasian berbusana, perhatian Bung Karno tak sekadar pada busana yang dia kenakan, tetapi juga pada orang-orang di sekelilingnya. Hal yang sama juga Bung Karno lakukan terhadap duta besar yang cukup akrab dengannya.
Dalam situs resmi Kepustakaan Presiden diketahui bahwa dalam berbusana Soekarno sangat teliti, baik warna, model sampai pada bahan yang akan digunakan.
Di mata Sang Putra Fajar busana bukan hanya tuntutan kesopanan. Lebih jauh dari itu, busana dan cara menggunakannya mengandung nilai seni. Soekarno memang dianggap sebagai Presiden RI yang paling memiliki ciri khas dalam berbusana.
Di dalam banyak foto dan gambar-gambarnya, dia tampak mengenakan setelan jas kemiliteran dengan tanda kepangkatan dan simbol militer. Peci hitam hampir tak pernah lepas dari kepalanya. Gaya busananya tak lekang oleh waktu.
Lihat saja setelan jas berwarna putih Bung Karno, lengkap dengan tongkat komando dan kopiah khas Indonesia. Terpancarlah kegagahan Soekarno dalam balutan busana tersebut.
Seperti Soekarno, para pemimpin dunia juga dapat melahirkan sebuah tren fesyen. Di India, masih menurut Sonny, ada tren fesyen yang dikenal dengan Nehru Collar. Ini adalah potongan kerah perdana menteri pertama India Jawaharlal Nehru yang kini mendunia.
Lalu kita beralih ke Tiongkok. Mao Zedong, pendiri negara Republik Rakyat Tiongkok yang juga tokoh penting dalam sejarah modern Tiongkok menginspirasi lahirnya jaket Mao. Jaket itu pun sekarang terkenal di penjuru dunia. Presiden Filipina Ferdinand Marcos kerap tampil memakai baju serat nanas dengan kaus di dalamnya yang tembus pandang.
“Namanya baju tagalog. Itu baju tradisi dari Filipina,” kata Sonny menjelaskan. Semua pemimpin di Asia memperkenalkan ciri khas busana negeri mereka. Hingga sekarang kita mengenal gaya Melayu yang memakai celana panjang dengan sarung terlilit di pinggang.
Jangan lupakan Sultan Johor dengan peci hitam mereka. “Mereka tidak mengganti warna peci hitam mereka seperti orang Indonesia.”
Belajar dari banyak hal, pakaian bisa menjadi simbol-simbol yang banyak dibaca oleh orang. Meski pakaian adalah simbol yang tak tersirat, bagi tokoh yang sangat disorot seperti kepala negara, pakaian sekali pun bisa menjadi bumerang.