Jakarta, CNN Indonesia --
Keduabelas bersaudara ini mengenakan pakaian indah dan perhiasan terbaik mereka dan memutuskan untuk melakukan perjalanan ke seluruh penjuru dunia. Mereka berangkat untuk mengungkap seni, misteri, dan harta dunia.Selintas, potongan narasi di atas tampak seperti karya fiksi tentang sebuah perjalanan. Namun, bukan itu. Narasi tersebut adalah konsep di balik koleksi terbaru Didi Budiardjo. Koleksinya dinamakan Didi Budiardjo Resort 2015 dan bertajuk 'Criterion'.
Dua belas model itu mempresentasikan dua belas busana rancangan desainer lulusan studi fesyen Atelier Fleuri Delaporte, Paris, Perancis tersebut. Tiap model tampil unik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada yang tampilannya sangat Indonesia karena unsur sulaman etnik di gaun dan rompi yang dikenakannya. Yang lainnya, justru memberi kesan negeri-negeri Barat, karena tampilannya yang menggunakan rok berbulu putih serta sarung tangan kulit.
Meski mengenakan busana yang terkesan mewah dan glamor, model-model itu tidak mengenakan sepatu hak tinggi, melainkan
sneakers.
Sneakers berwarna cerah dengan detail payet membuat gerak mereka sangat leluasa dan bebas.
Bukan tas jinjing yang mereka tenteng, melainkan tas selempang mini dengan tali bermodel rantai. Mereka mengenakan aksesori mata yang menyerupai kacamata hitam bermodel kotak. Dua belas busana ini sungguh berbeda satu sama lain, tetapi semuanya bernapaskan 'roh' Didi Budiardjo.
"Criterion adalah sebutan untuk orang yang mendefinisikan atau menilai keputusan. Maksudnya adalah pengambilan keputusan untuk menghadapi tren fesyen ke depannya," kata Didi saat diwawancarai CNN Indonesia, seusai pagelaran busana di Jakarta Convention Center, Jakarta Selatan, Rabu (22/10).
Bagi Didi, inspirasi bisa datang dari mana saja. Pengalamannya bersekolah sampai ke Paris turut memengaruhi gayanya. Namun, ia mengakui Nusantara juga menyediakan inspirasi yang tak ada habisnya. Maka tak heran, bila dalam sebuah koleksi Didi, gaya Barat dan Indonesia membentuk suatu harmoni.
Desainer yang telah berkarya selama 25 tahun ini tak hilang akal dalam melakukan inovasi di setiap ciptaannya. Tak hanya memasukkan unsur narasi, kali ini ia melakukan pagelaran busana dengan konsep yang tak biasa, yaitu
white cube. Dengan konsep ini, para model dapat leluasa berjalan mengitari ruangan berdinding putih yang berbentuk segi empat.
Para pengunjung dapat melihat koleksi Didi secara lebih dekat, bahkan sampai menyentuh bahannya. Para model berkeliling, berpose, atau bahkan berakting, seakan-akan ia sedang melancong ke negeri antah-berantah dengan balon udara. "Konsep ini sudah umum di luar negeri, tetapi masih tidak awam di Indonesia," kata Didi.
[Gambas:Video CNN]Menuang kreativitas dalam moodboardDidi bercerita ia kerap membuat
moodboard demi mendapatkan inspirasi secara maksimal.
Moodboard yang ia maksud yaitu mengumpulkan foto-foto atau gambar yang menarik hati dan memberikan inspirasi.
Kemudian, ia akan mempertimbangkan apakah inspirasi tersebut bisa direalisasikan menjadi koleksi busana. "Bila mungkin, maka akan saya wujudkan," katanya.
Fantasi jadi kunci kreativitas seorang Didi. Baginya, fantasi adalah modal penting seorang pelaku industri kreatif. Di koleksinya kali ini, hobi berwisatanya juga jadi modal penting dalam proses penciptaan keduabelas busana terbarunya.
"Karena bercerita soal wisata, saya gunakan kain dari berbagai belahan dunia, supaya terlihat kesan wisata di dalamnya," ujar Didi kemudian tersenyum.
Ia gunakan sulaman asal Sumatera Barat, Sumba, dan Sambas. Salah satunya, sulaman Kepala Peniti asal Sumatera Barat. Namun, tidak hanya berfokus pada kain Nusantara, ia juga gunakan bahan katun, sifon, serta
devoré.
"
Devoré adalah sejenis velvet tetapi dasarnya adalah sifon. Pembuatannya menggunakan teknik lama," kata Didi menjelaskan. Menurut Didi, koleksinya kali ini tidak serumit koleksinya terdahulu. Selain itu, penggayaannya juga lebih cair.
"Saya prediksi tren 2015 nanti adalah bohemian dan gaya '60-an," tutur pria yang tengah mendesain busana untuk Veronica Tan istri Basuki Tjahaja Purnama itu. Baginya, proses kreatif tak melulu soal inspirasi, tetapi juga kerja keras dan jam terbang yang tinggi.
Transformasi sang desainer Diakui oleh Didi, bertambahnya usia turut memengaruhi gaya desainnya. "Waktu masih muda, mungkin yang tersirat saya harus bikin koleksi yang kuat, heboh, indah, dan ada sedikit sensasi, dan indah. Namun, sekarang saya lebih pikirkan segi teknis dan harmoninya," kata Didi seraya tersenyum.
Ia menambahkan, "Setelah 25 tahun berkarya, saya bisa menganalisis sesuatu lebih detail. Hal simpel bisa jadi kompleks." Baginya, fesyen adalah bagaimana seseorang bisa nyaman dalam memakai sesuatu. Sebagus apapun sebuah busana, bila tidak diiringi kenyamanan si pemakai, maka akan sia-sia.
Sebagai desainer, Didi selalu ingin mengenakan sesuatu yang unik. "Anda harus berani mengenakannya bila ingin meyakinkan orang lain," katanya. Adapun, sebanyak 80 persen pakaiannya berwarna hitam.
Baginya, desainer bukan hanya bertugas menciptakan tren terbaru, tetapi juga mengusahakan agar fesyen tersebut dapat diterima dan diapresiasi oleh masyarakat. "Bila ingin serius di bidang fesyen, maka Anda harus kerja keras. Harus bisa juga menghidupi diri sendiri," katanya.
"Kepala sekolah saya dulu pernah berkata, 'Kalau penyapu jalanan melakukan pekerjaannya serapi dan seteliti Einstein menyusun rumusnya, dunia akan berbeda. Kalau kita melakukan yang terbaik di bidang apa pun, dunia akan berbeda," kata Didi kemudian mengakhiri pembicaraan.