Jakarta, CNN Indonesia -- Syal bukan hanya jadi pemanis. Dengan sedikit kreativitas, syal bisa digunakan untuk beragam macam gaya, dari penghangat leher sampai kerudung modern. Namun, kini kerudung tak hanya digunakan oleh perempuan berhijab saja.
Kerudung bisa digunakan secara universal untuk semua perempuan sebagai aksesori penutup kepala. Gaya inilah yang rupanya diangkat oleh tiga desainer Jepang, Hirokawa Tamae, Ono Motonari, dan Sakaguchi Hideaki untuk berkreasi dengan syal penutup kepala.
"Saya melihat hijab sebagai bentuk fesyen. Tren ini tidak terbatas pada orang Indonesia yang beragama Islam saja, tetapi juga bisa dikenakan orang Jepang serta Amerika yang tidak beragama Islam," ujar Hideaki dalam Bahasa Jepang saat konferensi pers sebelum pergelaran busana di Jakarta Fashion Week 2015 di Senayan City, Jakarta Selatan, Minggu (2/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkenalan ketiganya dengan gaya busana muslim dan kerudung, kemungkinan besar terilhami dari
show label busana NurZahra milik Windrie di Mercedez-Benz Tokyo Fashion Week tahun lalu. Kala itu, busana NurZahra yang memang mengusung busana muslim modern menggemparkan desainer Jepang. Setelah melihat koleksi Nurzahra, ketiganya pun terinspirasi untuk berkreasi dengan syal penutup kepala.
Sakaguchi Hideaki misalnya, ia banyak menggunakan warna monokrom dari penutup kepala sampai bajunya. Tampilannya ini terlihat lebih
sporty. Blus bermotif garis,
culottes hitam dengan panjang di bawah lutut, serta kerudung monokrom jadi salah satu tampilan dari koleksi Hideaki. Rok
A-line, sweater, celana tanggung, serta jaket yang pas badan menjadi koleksi yang ditonjolkannya.
 Busana rancangan Mannequins Japon di Jakarta Fashion Week 2015 (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Bagi Hideaki, koleksi ini adalah pencampuran antara budaya Jepang dan dunia dengan unsur Islam. "Saya ingin tampilkan gaya hijab yang
chic dan
sporty. Saat proses pembuatan, baru terasa makna hijab ternyata sangat dalam," kata Hideaki.
Jika Hideaki menggunakan warna monokrom, Ono Motonari memilih bermain dengan warna-warna kuat, yaitu oranye, hijau olive, dan merah. Namun, ia juga menggunakan warna-warna lembut, misalnya cokelat muda dan krem. Dalam koleksinya yang bertajuk ‘Play Costume’, Motonari banyak menghadirkan koleksi yang lebih feminin dengan rok dan gaun-gaun berbahan lace.
Dalam koleksinya, Motonari sangat memerhatikan motif dalam koleksi hijabnya ini. "Koleksi saya banyak menampilkan print di atas satin. Hijab yang ditampilkan rata-rata geometris sehingga harus dipakai pada sudut yang tepat," kata Motonari.
 Busana rancangan Motonari Ono di Jakarta Fashion Week 2015 (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Sementara itu, motif yang lebih rumit dan berani dieksplorasi oleh Hirokawa Tamae. Pilihan warna yang lebih bervariasi dalam koleksi desainer yang mendirikan Soma Design di tahun 2006 ini. Ia banyak mengaplikasikan detail pita dalam paduan busananya. Detail ini tampak pada rok berwarna gelap dengan kreasi pita di bagian sampingnya. Tamae juga banyak memadankan busananya dengan
stocking renda.
Dibandingkan desainer lainnya, ia lebih berani untuk memasangkan blus dan rok pendek monokrom dengan stocking renda berwarna merah. Ia juga memadukan syal yang dipakai menutupi kepala dengan atasan tanpa lengan dan rok hitam penuh detail lipatan serta
stocking hitam renda. Busana rancangannya juga lebih variatif, mulai busana kerja sampai gaun kasual.
(Lihat juga:
Kerudung Modern Rancangan Desainer Jepang)
Indonesia dan tren hijabMeski bukan berasal dari negara yang penduduknya banyak menganut ajaran Islam, namun menurut ketiga desainer asal Negeri Matahari ini, gaya hijab sangatlah penting untuk dieksplorasi. Eksplorasi ini wajar dilakukan mengingat besarnya pasar yang ada di seluruh dunia.
Meski terinspirasi setelah melihat show desainer Indonesia, mereka mengaku mempelajari hijab secara autodidak. Pengetahuan hijab ini didapatnya lewat majalah dan internet. Persilangan hijab dengan budaya Jepang diterapkan untuk menghadirkan gaya yang lebih unik dan modern.
Rasa penasaran mereka akan tren hijab di Indonesia membuat mereka akhirnya memutuskan berkunjung ke Pasaraya Blok M, Jakarta Selatan. Bagi mereka, kain-kain tradisional yang dipakai wayang golek cukup menginspirasi. "Banyak sekali bahan yang warnanya, motifnya, tidak ada di Jepang. Melihat kekayaan motif dan tekstil Indonesia yang begitu melimpah membuat kami terkesima," kata Motonari.
"Saat berkunjung ke Pasaraya Blok M, kami amati bagaimana tren hijabnya serta bagaimana mengenakannya. Setelah melihat, rasanya ingin memadukannya dengan hal-hal yang berbau Jepang," kata Tamae. Namun, mereka mengaku belum pernah menggunakan tekstil Indonesia dalam pembuatan karyanya.
Mengamati tren hijab di Indonesia, Hideaki berpendapat di Indonesia ternyata gaya yang banyak dinikmati adalah kasual. "Sebelumnya saya pikir di Indonesia trennya lebih ke klasik. Ternyata, saat saya amati, lebih banyak yang kasual. Sementara, kalau desainer-desainer busana muslim Indonesia lebih banyak menampilkan unsur tradisional," kata desainer yang mendalami
pattern making ini.
Senada dengan Hideaki, Tamae juga berpendapat desainer Indonesia lebih banyak menelurkan koleksi yang berbau tradisional. "Dibandingkan dengan fashion week di tempat lain, saya lihat Jakarta lebih menghargai unsur tradisional," kata desainer yang aktif berkreasi di bidang grafik, musik, produk, dan video ini.