Tanah Sumba masih kental akan tradisionalitas. Banyak ditemui rumah adat beratap tinggi dengan penduduk mengunyah sirih atau pinang sembari menenun di terasnya. Tapi, mereka tak tertutup terhadap pengunjung. Sambutan terbuka dan ramah bakal ditemui di sana.
Di Sumba Barat, ada kampung Oro Suku Lobo yang masih sangat asli. Pengunjung bisa ikut berbaur dengan kehidupan sederhana mereka. Ikut menguliti jagung, maupun berbincang soal hal-hal ringan.
Kampung adat Waingapu menanti di kecamatan Kodi, Sumba Barat Daya. Itu salah satu desa tertua di Sumba. Bukan hanya ada rumah beratap tinggi yang terbuat dari rumbia, tetapi juga kubur-kubur batu berusia ratusan tahun di halamannya. Sayang, kampung ini kekurangan air bersih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lain lagi dengan kampung adat Ratenggaro. Lokasinya lebih beradab, rumah-rumahnya pun cenderung bersih dan baru. Salah satunya ada rumah adat tertinggi di Sumba, dengan atap mencapai 30 meter. Kampung ini paling sering dikunjungi wisatawan.
Tak heran lanskapnya rapi. Rumput-rumput terpangkas dengan ternak berkeliaran bebas. Di dekatnya, ada pantai indah yang bisa disambangi untuk melepas penat.
Masih di Sumba Barat, ada kampung adat lain yang bisa dikunjungi: Prai Ijing. Tak jauh dari kota Waikabubak, kampung ini sudah dimasuki aliran listrik, juga sudah ada televisi bersama meski hanya satu.
Jika ingin tahu lebih banyak soal sejarah dan budaya Sumba, ada sentra yang bisa dikun jungi. Rumah Budaya Sumba didirikan oleh Freter Robert Ramone. Tersedia museum, resor, juga perpustakaan yang berisi banyak literatur soal budaya Sumba.