EFEK BURUK MANGA

Beban Hidup Bisa Jadi Penyebab Bunuh Diri, Manga Hanya Pemicu

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Senin, 19 Jan 2015 14:24 WIB
Lingkungan sekitar anak termasuk keluarga harus terbuka terhadap anak supaya mengetahui apa yang mereka inginkan.
Kedekatan orang tua dan anak sangat penting. (Thinkstock/Fuse)
Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa hari lalu ditemukan seorang siswa SMP tewas gantung diri di kamarnya di kawasan Pancoran Timur, Jakarta. Sempat beredar kabar bahwa anak itu nekat bunuh diri karena terpengaruh sebuah komik Jepang (manga) yang sering ia baca.

Selama ini, RA tinggal bersama nenek dan tantenya. Orang tuanya sudah lama bercerai. Ia memang dikenal sebagai anak yang pendiam dan tertutup.

Ia suka menyendiri dan jarang berbicara dengan orang lain. Setiap pulang sekolah, RA selalu langsung makan, kemudian masuk kamar dan belajar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(Baca juga: Komik yang Tak Lagi Hanya untuk Anak dan Remaja)

Menurut psikolog, Sani Budiantini, motif bunuh diri RA bukanlah karena melihat manga, seperti banyak kabar yang beredar. Tapi lebih dikarenakan beban hidup RA yang mungkin terlalu berat.

"Kalau saya lihat motifnya adalah bukan semata-mata karena lihat manga.  Tapi ada kekecewaan dalam hidupnya atau beban yang berat yang tidak diungkapkan ke orang tuanya,” kata Sani.

“Dia katanya anaknya tertutup, jadi mungkin dia tidak bisa mengungkapkan beban hidupnya selama ini, akibatnya bebannya menumpuk terakumulasi," kata Sani saat dihubungi CNN Indonesia.

Sani mengatakan, manga tersebut seperti dijadikan inspirasi RA untuk melakukan aksinya. "Ia hanya mengadopsi tulisan itu untuk mencapai kedamaian karena di komik itu menggambarkan kematian adalah kedamaian," ujarnya. Ia menambahkan beban RA yang terlalu banyaklah yang memotivasinya untuk meraih kedamaian itu.

Lebih jauh lagi, menurut Sani, lingkunganlah yang memiliki andil besar dalam terjadinya peristiwa ini. Manga hanyalah sebagai pemicu tapi potensi masalah ada dalam diri RA dan keluarganya.

"Apapun bacaannya kalau lingkungan bisa memfasilitasinya untuk terbuka, mengungkapkan pendapat, kasih sayang, ini enggak bakal terjadi," ungkapnya.

"Berapa orang baca manga tapi cuma dia yang melakukan? Berarti bukan manganya yang salah, tapi kepribadiannya.”

Untuk itu, lingkungan sekitar anak termasuk keluarga harus terbuka terhadap anak supaya mengetahui apa yang mereka inginkan.

Biarkan anak mengungkapkan apa yang mereka rasakan, apa yang membuat mereka kecewa, dan apa yang mereka inginkan untuk menghindari hal-hal seperti ini terjadi. Peran orang tua sangat penting pada tahap ini.

Mungkin, faktor orang tuanya yang bercerai jugalah yang membuat RA melakukan aksi gantung dirinya. "Kekecewaan, beban yang dialami itu setiap anak berbeda-beda. Itu (perceraian orang tua) membuat dia sangat terbebani stres. Itu bisa jadi potensial problem anak itu," tutur Sani.

Demi mencegah hal ini terulang, orang tua diharapkan harus melakukan pengawasan terhadap anak mulai dari kecil sampai anak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, bahkan sampai ia beranjak dewasa dan memiliki kehidupan sendiri.

"Dari kecil sampai usia berapapun perlu tetap dikasih masukan dan pemahaman cuma bahasanya beda-beda,”kata Sani menjelaskan. (utw/utw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER