Jakarta, CNN Indonesia -- Tiga desainer busana muslim Indonesia, Dian Pelangi, Barli Asmara, dan Zaskia Sungkar, akan menampilkan karyanya di ajang Couture Fashion Week 2015 di New York. Meski melalui proses yang bisa dibilang mulus untuk bisa melenggang ke sana, ketiga desainer itu mengaku mengalami kendala dalam membuat busana.
(Baca juga:
Tiga Desainer Indonesia Pamerkan Busana Muslim di New York)
Pemilihan kain tenun tradisional khas Lombok sebagai bahan utama busana mereka, membuat ketiganya harus bolak-balik Lombok demi mendapatkan hasil yang maksimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami terjun langsung ke lapangan untuk melihat proses pembuatan kainnya seperti apa. Jadi kami harus menguasai karena kami yang mau membawanya ke New York," kata Zaskia Sungkar, dalam konferensi pers bertajuk From Lombok to New York yang diadakan di Gedung Kementerian Pariwisata, Jakarta.
Tidak hanya berhenti pada melihat proses pembuatan kain, tiga desainer muda itu pun juga belajar mengenai nilai sejarah kain-kain tenun asal Lombok.
(Baca juga:
Intip Busana Dian Pelangi, Barli, dan Zaskia yang Bakal Dibawa ke New York)
"Kunjungan ke Lombok banyak pelajarannya. Ada histori dari kain, seperti motif lumbung, enggak boleh ke bawah. Sebelum dijahit, kain tenunnya harus direndam 30-40 menit baru bisa jahit. Kalau enggak akan menyusut," papar Barli.
"Setiap motif juga ada artinya, ada filosofinya. Perlu waktu untuk kami belajar lebih lagi," ucap Zaskia.
Selain belajar sejarahnya, mereka pun sempat mencoba menenun dengan tangan sendiri. "Kami juga sempet belajar menenun bikin songket. Itu susah banget," ujar Zaskia.
Kesulitan lainnya yang dihadapi oleh Dian, Barli, dan Zaskia adalah waktu produksi yang singkat. Untuk waktu pengerjaan tenun sendiri terbilang cukup lama. Belum lagi menjahit hasil tenunan menjadi busana tersendiri. Namun, hal ini justru meningkatkan nilai eksklusivitas untuk kain tenun Lombok.
"Waktu pengerjaan cukup eksklusif memakan cukup banyak waktu. Tapi jadi nilai plus untuk nilai eksklusif kain Lombok," tukas Dian.
Mereka pun juga dibuat kewalahan karena harus membuat 45 busana dengan masing-masing set busana terdiri dari 4-5 buah karya, mulai dari atas kepala hingga ujung kaki. Tak jarang mereka harus kerja lembur demi mengejar target namun tetap menjaga kualitas.
(mer/mer)