Jakarta, CNN Indonesia -- Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak hanya memiliki keindahan panorama yang begitu menakjubkan, provinsi di timur Indonesia itu pun juga kaya akan ragam budaya. Kekayaan kain tradisionalnya bahkan memikat tiga desainer Indonesia untuk mengolahnya menjadi busana muslim dan diperkenalkan di ajang fashion couture di New York.
Secara geografis, NTB terdiri dari dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Pulau Lombok dihuni oleh Suku Sasak, sementara untuk Pulau Sumbawa ada dua suku. Di bagian barat pulau dihuni oleh Suku Sumawa, dan bagian timur dihuni oleh Suku Mbojo. Ketiga suku tersebut tentunya memiliki budaya yang berbeda-beda, salah satunya kain tradisional yang dibuat oleh masing-masing suku.
Secara umum, teknik membuat kain tradisional di NTB terdiri dari empat macam. Pertama adalah kain tenun pelekat. Pelekat adalah kain sarung tenun dengan motif loreng atau bertapak catur. Kain pelekat dibuat dengan cara mencelup benang lungsin, benang yang disusun secara sejajar, dan benang-benang pakan, benang yang disematkan secara melintang ke benang lungsin, ke dalam warna dan membuat satu corak ragam rias sehingga menghasilkan aneka warna, bentuk kotak-kotak besar dan kecil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun jenis kain pelekat yang dibuat dari benang kapas oleh Suku Sasak disebut Beberut.
Kedua adalah jenis kain tenun songket. Di Lombok, kain tenun songket adalah kain yang memiliki hiasan timbul yang dibuat dari benang katun, benang emas, atau benang perak. Di Bima, kain songket berarti kain yang dihias dengan hiasan benang emas atau benang perak yang disebut tembe songke, sedangkan hiasan kain yang menggunakan benang katun benang katun berwarna disebut tembe salungka.
Ketiga adalah kain tenun sulam. Teknik sulam adalah teknik menjahitkan benang benang berwarna di atas permukaan kain berdasarkan pola dan corak tertentu. Yang terakhir adalah kain tenun ikat. Tenun ikat dalam pembuatan motifnya dilakukan dengan cara mengikat bagian tertentu pada benang sehingga bagian tersebut tidak terkena warna ketika benang dicelup ke dalam zat pewarna. Bagian-bagian yang diikat diperhitungkan sedemikian rupa sehingga setelah ditenun akan membentuk komposisi dan keharmonisan warna sesuai motif yang ditentukan sebelumnya.
Motif tenunSelain teknik pembuatan tenun yang berbeda, motif pada kain tradisional Lombok pun beragam. Ragam hias kain ini tentunya tidak terlepas dari budaya masa prasejarah, Hindu, dan Islam. Hiasan dan motif itu pun memiliki berbagai macam makna simbolis dan falsafah.
Pada masa Hindu, muncul motif tumpal (pucuk rebung) yang berbentuk segitiga seperti deretan gunung yang melambangkan Dewi Sri yang merupakan Dewi Kesuburan.
Begitu agama Islam mulai masuk ke Indonesia, motif tenun NTB pun lebih dominan pada tumbuh-tumbuhan, seperti suluran, pucuk rebung, pohon hayat, bunga-bunga, dan bunga bersusut delapan menyerupai bintang yang terdapat pada kain songket, seperti pada kain songket Bima motif
nggusuwaru.
Sementara itu, motif geometris seperti garis-garis, kotak-kotak, dan sebagainya terdapat pada kain pelekat. Motif hewan yang sudah ada sekak zaman prasejarah, mulai disamarkan ketika Agama Islam mulai masuk. Motif hewan disamarkan dengan bentuk kaligrafi huruf Arab kecuali motif burung yang terdapat pada songket Lombok motif keker atau burung dan songket Samawa bermotif piyo atau burung. Namun, untuk kupu-kupu dan berbagai jenis ikan atau hewan laut tidak disamarkan.
Beberapa nama motif songket yang terdapat di Nusa Tenggara Barat antara lain kain songket Lombok dengan motif
ragi genap, lepang, keker, dan
subhanala. Sementara untuk kain songket Sumawa memiliki motif
piyo, kemang setange, lonto engal, dan
cepa. Sedangkan untuk songket Bima Dompu memiliki motif
nggusurawu dan motif renda.
Kain tenun tradisional asal NTB pun dinilai memiliki kualitas yang tidak kalah bagusnya dengan kain tradisional Indonesia lainnya. Kain tenun Lombok teksturnya tebal, tidak mudah kusut, dan tidak mudah luntur.
(chs/mer)