Jakarta, CNN Indonesia -- Kini, Indonesia semakin terekspos keindahannya. Semakin banyak daerah-daerah baru dan di pelosok yang jauh dari ingar-bingar didaulat sebagai tempat wisata.
Dalam sekejap, surga tersembunyi itu pun didatangi wisatawan yang berbondong-bondong ingin menikmati dan merasakan keindahannya. Pariwisata sontak dianggap sebagai motor penggerak daerah yang menyumbangkan banyak manfaat bagi masyarakat setempat. Entah dengan berdagang, menyewakan tempat menginap, atau jasa pemandu wisata.
Salah satu daerah yang mengalami nasib tersebut adalah Kepulauan Derawan yang terletak di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Daerah yang terdiri dari 31 pulau ini didaulat menjadi salah satu tempat terindah di Indonesia, bahkan setara dengan Maladewa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal inilah yang menjadikan magnet bagi para wisatawan berduyun-duyun pergi ke Derawan. Pemandangan yang indah, air laut yang jernih, kehidupan bawah laut yang memukau, apalagi yang mau dimungkiri. Semua menjadi magnet bagi para wisatawan mancanegara dan wisatawan lokal.
Namun sayangnya, di balik semua manfaat yang dirasakan manusia di Kepulauan Derawan dan sekitarnya, ada makhluk kecil yang terancam keberadaannya. Penyu-penyu hijau, penghuni asli habitat Kepulauan Derawan mulai terganggu hidupnya dan bahkan populasinya.
Mengutip
Indonesia Travel, meningkatnya aktivitas masyarakat di Kepulauan Derawan dan semakin banyaknya wisatawan yang berdatangan membuat penyu hijau terusik. Belum lagi maraknya pembangunan rumah wisata (cottage) di pinggir pantai yang ternyata mengurangi tempat bertelur penyu hijau.
Sementara itu, penyu membutuhkan wilayah pantai yang sepi, tidak ada penyinaran atau cahaya lampu, serta tidak ada aktivitas pergerakan yang dapat mengganggunya saat bertelur. Penyu betina diketahui sangat peka terhadap cahaya. Gangguan sedikit saja dapat membuatnya membatalkan membuat sarang dan bertelur di pantai.
Tak hanya sampai di situ. Perubahan kondisi alami lingkungan pantai membuat penyu mengurungkan niatnya untuk menitipkan telurnya di garis pantai kepulauan yang merupakan salah satu kawasan penyelaman terbaik di dunia. Berkurangnya kerapatan vegetasi pantai akibat abrasi dan juga keberadaan predator alami seperti biayak, kadal, tikus, burung laut, kepiting, dan ikan yang memangsa anak penyu yang baru menetas atau biasa disebut tukik merupakan faktor lain yang mengancam habitat dan populasi penyu hijau. Terlebih lagi, keberadaan kadal, tikus, biawak bahkan bisa melacak telur penyu yang tertimbun dalam pasir.
Yang lebih memilukan lagi, habitat penyu juga terancam karena ada pihak-pihak yang dengan sengaja mencuri telur penyu. Tak tanggung-tanggung mereka pun membunuh penyu untuk diambil dagingnya dan kebutuhan komersil lainnya.
Sejak dahulu Kepulauan Derawan menjadi salah satu habitat alami penyu hijau untuk mencari makan (feeding), melakukan perkawinan (meeting), beristirahat (resting), dan bertelur (nesting). Kekayaan terumbu karang dan alga di Kepulauan Derawan merupakan tempat yang tepat bagi penyu untuk mencari makanan. Kondisi pantai di Kepulauan Derawan yang landai dan berpasir halus juga mendukung penyu untuk menepi dan bertelur karena dinilai menarik dan aman.
Tahun 2005 tercatat jumlah penyu hijau yang singgah dan menitipkan telurnya di Kepulauan Derawan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada 2004, sekitar 408 ekor penyu yang mendarat di kawasan Kepulauan Derawan tapi tahun 2005 jumlahnya menurun drastis menjadi 168 ekor.
Sebenarnya, Pemerintah Kabupaten Berau sudah melarang penjualan telur penyu yang dipercaya berkhasiat bagi kesehatan. Tapi, para 'penjahat' itu selalu punya cara curang untuk menghadapi tantangan mereka.
Mereka lantas memasarkan perburuan penyunya ke sejumlah besar pedagang telur penyu di Samarinda. Telur-telur penyu dari Derawan itu dijual dengan harga Rp 7 ribu sampai Rp 10 ribu per butirnya.
Menyadari keberadaan penyu hijau terancam, Pemerintah Kabupaten Berau pun mulai melakukan beberapa usaha konservasi. Mereka berharap usaha ini dapat melindungi penyu hijau dari ancaman eksploitasi manusia dan memulihkan populasi penyu agar tidak punah.
(mer/mer)