Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam buku autobiografinya, petinju kelas dunia Mike Tyson menghadapi kehancuran karier karena kecanduan akan seks. Beberapa tahun terakhir, banyak laporan di media mengatakan, para selebriti, yang didominasi laki-laki, beralasan kecanduan seks membuat mereka tidak setia kepada pasangan.
Namun, apakah yang dikenal oleh dunia psikologi sebagai 'gangguan hiperseksual' ini adalah sebuah patologi, atau sebatas alasan untuk perilaku ketidaksetiaan yang buruk? Dilansir dari laman News Health, masalah ini dianggap sebagai salah satu gangguan seksual yang nyata.
Sudah ada pembicaraan mengenai gangguan hiperseksual dalam jurnal Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM), salah satu bahan yang dianggap sebagai kitab suci para psikolog dan psikiater.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekarang, sebuah tim ahli sudah merumuskan kriteria yang dapat membantu terapis mengidentifikasi gangguan ini secara benar. Untuk menguji kriteria tersebut, para peneliti mewawancarai dan melakukan tes psikologi terhadap 207 pasien yang dirawat di beberapa klinik kesehatan mental Amerika Serikat.
Semua responden adalah pasien yang dalam perawatan untuk perilaku seks tidak terkontrol, gangguan penyalahgunaan zat, atau kondisi kejiwaan lain seperti depresi atau kecemasan.
Mencocokkan kriteria yang mereka usulkan dengan data yang dikumpulkan dari para pasien, para peneliti berkata 93 persen responden mengalami gangguan hiperseksual.
Menurut seorang peneliti, isu kritisnya adalah apakah perilaku seks yang tidak terkontrol mengganggu kehidupan seseorang dan mereka tidak berdaya mengubahnya?
“Ini adalah tentang berhubungan seks yang menyebabkan masalah, lepas kendali, risiko infeksi,” kata Rory Reid, profesor psikiatri di Universitas California, Los Angeles. “Biasanya konsekuensi dari perilaku hiperseksual yang membawa orang melewati batas.”
Reid menambahkan, dia percaya istilah awam 'kecanduan seks' adalah ironi. “Saya tidak akan menyebutnya kecanduan seks karena kita kurang informasi apakah ini memang sebuah dorongan,” jelasnya.
Untuk memenuhi kriteria gangguan hiperseksual, perilaku seks harus menyebabkan kerusakan. “Jika seorang pasien terlibat dalam perilaku seksual tertentu, tetapi tidak menyakiti dirinya atau orang lain, itu tidak masalah,” jelasnya.
Jadi, apa yang dimaksud dengan menyebabkan kerusakan? Salah satu contoh yang sangat mengganggu, Reid menjelaskan, seorang pasien yang berprofesi sebagai pilot pesawat kargo yang melakukan masturbasi pada saat pesawat mengudara tinggi sampai akhirnya dia pingsan.
Berdasarkan Journal of Sexual Medicine edisi Oktober, seperangkat kriteria yang dianggap sebagai gangguan hiperseksual meliputi:
- Perilaku seksual tersebut terjadi setidaknya selama enam bulan.
- Berulang, fantasi seksual yang intens, seringkali ketika dia menanggapi kecemasan, depresi, atau peristiwa kehidupan yang membuatnya stres.
- Usaha orang tersebut untuk mengontrol atau mengurangi perilaku.
- Perilaku yang berisiko membahayakan diri sendiri atau orang lain. Menyebabkan penderitaan pribadi yang signifikan secara klinis serta gangguan dalam kehidupan masyarakat.
(win/win)