Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah bahan kimia yang ada pada parasetamol dapat menumpulkan kepekaan emosional, menurut sebuah studi terbaru yang dimuat dalam jurnal psychological science, seperti dilansir dari laman Independent.
Parasetamol umum dipakai sebagai obat yang dijual bebas di apotek dan toko obat untuk memerangi rasa sakit fisik. Namun, para peneliti di Universitas Negeri Ohio menemukan asetaminofen, bahan utama yang terdapat pada parasetamol, juga dapat mengurangi emosi positif dan negatif penggunanya.
“Ini berarti, memakai Tylenol (parasetamol) atau produk sejenis mungkin dapat memiliki konsekuensi lebih luas dari yang diperkirakan sebelumnya,” kata penulis utama Geoffrey Durso.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tidak sekadar menjadi pereda nyeri, asetaminofen memiliki kegunaan sebagai pereda emosi serbaguna.” Tuan Durso dan tim penelitinya memberikan asetaminofen kepada 41 peserta dan plasebo kepada 41 lainnya.
Mereka diminta melihat 40 foto yang digunakan peneliti untuk menciptakan respons emosional. Foto-foto bertema tentang kelaparan, anak-anak tertekan, gambar netral seekor sapi di lapangan, dan ada juga gambar yang sangat menyenangkan.
Peserta diminta untuk menilai seberapa positif atau negatif foto-foto tersebut dengan skala -5, jika sangat negatif, dan +5 jika sangat positif. Mereka kemudian ditunjukkan gambar yang sama kembali. Tujuannya, untuk menilai berapa banyak foto yang membuat mereka merasakan reaksi emosional, dari nol (sedikit atau tidak ada emosi) sampai sepuluh (nilai emosi yang ekstrem).
Tim peneliti menemukan, orang-orang yang mengosumsi asetaminofen satu jam sebelumnya menilai semua foto-foto yang kurang ekstrem daripada partisipan yang diberikan plasebo. Ini berarti bahwa mereka tidak melihat foto-foto positif sepositif rekan-rekan mereka, sama halnya dengan gambar-gambar negatif.
Para peneliti menemukan efek yang sama dengan respons emosional mereka. Baldin Way, profesor universitas tersebut, sekaligus penulis penelitian menjelaskan, “Orang-orang yang mengambil asetaminofen tidak merasa perasaan sama tinggi atau sama rendah seperti halnya orang-orang yang mengonsumsi plasebo.”
Contohnya, peserta yang melihat foto-foto anak-anak kelaparan diberi tingkat emosi yang relatif tinggi, skor rata-rata 6.76, dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi asetaminofen, 5,85. Pengujian lalu diulang kembali dengan 85 peserta. Sekali lagi peserta yang mengambil asetaminofen menunjukkan reaksi kurang ekstrem serupa.
Durso dan Way berharap dapat memperluas penelitiannya untuk melihat efek yang sama pada obat penghilang rasa sakit lainnya, seperti ibuprofen.
(win/mer)