LAPORAN DARI SRI LANKA

Mencari Jaffna, Tempat Konflik Masih Mungkin Meletup

Mohammad Safir Makki | CNN Indonesia
Kamis, 30 Apr 2015 10:29 WIB
Meski terpencil dan masih kental nuansa konflik, Jaffna sebuah kota di Sri Lanka menawarkan pengalaman unik bagi traveler yang gemar petualangan.
Pemuka agama Hindu berada di dalam replika kuil dengan simbol-simbol agama, sementara warga yang menonton berusaha mendekati untuk mendapatkan keberkahan. CNN Indonesia/Safir Makki
Jaffna, CNN Indonesia -- Nama kota itu adalah Jaffna. Terletak di paling ujung Sri Lanka, kota itu bukan tujuan favorit para wisatawan. Baik karena letak geografisnya maupun pengawasan ketat karena suhu politik setempat yang jarang stabil.

Namun tiap jengkal tanah di bumi ini punya kecantikan dan keunikan dengan caranya sendiri-sendiri. Safir Makki, wartawan dan fotografer CNN Indonesia, berhasil melewati lika-liku menuju kota itu. Berikut catatan perjalanannya.

Bermodal niat memburu pengalaman berbeda.  

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada rasa was-was berkunjung ke kota Jaffna di ujung utara Sri Lanka. Setelah mengunjungi lima kota di Sri Lanka, diluar perencanaan awal saya putuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Jaffna.
 
Saya sadar, Jaffna bukan pilihan favorit bagi traveler yang berkunjung ke Sri Lanka.

Membaca testimoni para traveler yang pernah berkunjung ke Jaffna lewat laman internet, hampir keseluruhan menceritakan pengalaman yang kurang mengenakkan. Namun saya membatin, bukankah setiap orang yang melakukan perjalanan itu memiliki pengalaman yang berbeda.

Saya selalu penasaran dengan tempat baru yang tidak popular ataupun berkonflik, karena wisatawan yang datang tak banyak dan saya benar-benar bisa menikmati suasana tempat tersebut.

Setelah tiga hari menikmati birunya pantai di kota Trincomalle, saya menuju terminal bus menunggu bus tujuan kota Jaffna.

Jadwal bus tujuan Jaffna dari Trincomalle tak banyak, selalu penuh. Transportasi umum di Sri Lanka selain kereta api adalah bus. Itupun bus yang sudah tua, dengan jendela besar yang jika dibuka saat berjalan angin begitu kencang masuk dan debu-debu menempel ke muka. 

Tak ada pilihan, bus tanpa penyejuk udara  menjadi moda transportasi utama dari Trincomalle ke kota Jaffna. Saya memilih duduk tiga dari deretan belakang dan persis disamping jendela.

Perjalanan menuju Jaffna memakan waktu 6 jam dengan tarif bus 458 LKR atau sekitar Rp 45 ribu. Sepanjang perjalanan sopir tak hentinya menyetel musik rancak ala Tamil, dengan pengeras suara yang sudah tak layak. Saya pun mencoba untuk menikmati musik tersebut kendati tak memahami sama sekali liriknya.

Menikmati pemandangan, memerhatikan penumpang yang naik-turun bus adalah pilihan untuk membunuh kebosanan selama perjalanan.

Bus merupakan transportasi umum yang mendominasi di wilayah Sri Lanka. Dengan fisik yang tua, berjendela lebar mengingatkan saya pada bus jurusan Kampung Melayu-Grogol di Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Sebuah kota dengan pengamanan super ketat


Jaffna sempat terisolasi karena perang saudara yang berkecamuk selama hampir 30 tahun. Kota yang sempat menjadi kediaman pemberontak Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE) atau yang dikenal dengan Macan Tamil ini menjadi kawasan dengan pertumbuhan paling pesat di Sri Lanka. 

Jaffna dan kawasan Sri Lanka utara berbeda dengan Sri Lanka pada umumnya yang didominasi oleh etnis Sinhala.

Lebih dari 90 persen penduduk Jaffna adalah etnis Tamil (yang sama dengan kawasan India selatan). Bahasa mereka adalah bahasa Tamil yang juga merupakan bahasa nasional di samping bahasa Sinhala.

Penduduknya juga memeluk agama Hindu, berbeda dengan mayoritas Sri Lanka yang memeluk agama Buddha.

Saya terbangun dari tidur saat bus berhenti di check point militer, saya luangkan pandangan melihat dari balik jendela sejumlah bus berhenti dan beberapa petugas militer masuk ke dalam bus.

Kendaraan yang hendak masuk dan keluar kota Jaffna wajib berhenti dan dilakukan pemeriksaan dokumen/tanda pengenal baik warga asing maupun lokal. Saya telah menyiapkan passport beserta copynya berikut lembar e-visa yang akan saya berikan kepada petugas militer saat pemeriksaan.

Penumpang disebelah  meminta saya turun untuk melapor ke pos militer karena sebagai orang asing wajib melaporkan tujuan saya ke Jaffna.

Saat saya hendak turun dari bus, sopir meminta saya tetap duduk karena petugas militer akan naik memeriksa satu-satu dokumen penumpang. Saya pun kembali ke tempat duduk dengan perasaan tak enak.

Dua militer masuk ke dalam bus, dengan muka dingin memanggul senjata laras panjang sambil memeriksa dokumen penumpang. Saya memalingkan muka dari pandangan aparat militer, memerhatikan dua turis asing yang tengah diperiksa oleh seorang militer di pos pemberhentian, entah apa yang mereka bicarakan.

Giliran saya diperiksa, dengan sigap saya mengeluarkan passport dan dokumen lainnya, tak ada pertanyaan satupun hanya pandangan yang tajam dari aparat militer. Petugas militer berlalu, saya pun lega. Tak lama bus meninggalkan pos check point melanjutkan 4 jam perjalanan lagi menuju Jaffna.

Hujan deras dan angin kencang menyapa setibanya saya di kota Jaffna senja itu, sejumlah ruas jalan tergenang, beberapa militer hilir mudik mengamati aktivitas warga maupun orang asing di keramaian.

Tak banyak pilihan penginapan di kota Jaffna, kota ini masih bangkit dari keterpurukan, hotel pun sedikit. Saya menyusuri lorong kecil yang berdekatan dengan pasar mencari penginapan yang tak jauh dari terminal bus dan warung makan.

Seusai makan malam di sebuah restoran dengan menu masakan Tamil, perut kenyang sayapun menuju penginapan kembali menyimpan energi untuk keesokan pagi.

(Bersambung)

(moh/utw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER